Untuk Pertama Kalinya Paus Fransiskus Sebut Etnis Uighur sebagai Orang Teraniaya
Paus Fransiskus (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Untuk pertama kalinya Paus Fransiskus secara terbuka menyebut minoritas Uighur China sebagai orang-orang yang teraniaya di dunia. Pernyataan itu menjadi jawaban atas kebungkamannya selama ini terkait adanya tuduhan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas di wilayah Xinjiang, China. 

"Saya sering berpikir tentang orang-orang yang teraniaya: Rohingya, Uighur yang malang, Yazidi --apa yang ISIS lakukan kepada mereka benar-benar kejam-- atau orang Kristen di Mesir dan Pakistan dibunuh oleh bom yang meledak saat mereka berdoa di gereja," kata Paus Fransiskus dalam buku barunya bertajuk Let Us Dream: The Path to A Better Future.

Menurut laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) yang dikutip CNN, Selasa 24 November, mengungkapkan, sebanyak dua juta orang Uighur, yang sebagian besar Muslim, dan kelompok minoritas lainnya telah dibawa ke pusat-pusat penahanan besar di wilayah Xinjiang. Orang yang ditahan di Xinjiang digambarkan menjadi sasaran indoktrinasi, pelecehan fisik dan sterilisasi.

Paus Fransiskus tidak merinci lebih lanjut tentang masalah yang berkaitan dengan Uighur dalam bukunya, di luar penyebutan Uighur yang singkat. Sementara dia berbicara tentang kelompok teraniaya lainnya seperti Rohingya secara lebih rinci.

Buku yang merupakan refleksi luas visi Paus Fransiskus tentang dunia pasca-virus corona, ditulis bersama dengan penulis biografi kepausan Austen Ivereigh selama musim panas 2020. Vatikan baru-baru ini memperpanjang perjanjian kontroversial dengan China atas pengangkatan uskup di China daratan.

Selain menyebut Uighur dan Rohingya, Paus Fransiskus juga mengatakan orang-orang yang mengatakan penggunaan masker merupakan bentuk pemaksaan adalah "korban dalam imajinasi mereka" dan memuji mereka yang memprotes kematian George Floyd karena berkumpul di sekitar "kemarahan sehat" yang menyatukan mereka.

Dukungan Paus Franciskus untuk pendapatan dasar universal (UBI), sebuah kebijakan kontroversial yang dianut oleh beberapa ekonom dan sosiolog di mana pemerintah memberikan sejumlah uang tetap kepada setiap warga negara tanpa syarat, adalah hal yang paling jelas.

China membantah

Namun pemerintah China menyangkal adanya tuduhan pelanggaran HAM di Xinjiang. Mereka menegaskan,  kamp-kamp itu adalah pusat pelatihan kejuruan yang dibangun untuk mengatasi ancaman ekstremisme agama.

Pihak China telah lama bersikeras untuk membuat keputusan akhir tentang semua pengangkatan uskup di negara itu, tetapi perjanjian 2018 mengakhiri ketegangan puluhan tahun antara Vatikan dan China. Kedua belah pihak sebelumnya memutuskan hubungan diplomatik formal pada 1951. Detail perjanjian tersebut tidak pernah dipublikasikan dan telah dikritik oleh beberapa orang, termasuk Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo.

Berbicara pada jumpa pers rutin, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan bahwa Paus Fransiskus yang menyebut Uighur ke dalam daftar orang-orang yang dianiaya adalah "sama sekali tidak berdasar."

"Ada 56 kelompok etnis di China dan kelompok etnis Uighur adalah anggota yang setara dengan keluarga besar bangsa China. Pemerintah China selalu memperlakukan (semua) kelompok minoritas secara setara dan melindungi hak dan kepentingan mereka yang sah," tegas Zhao Lijian.