JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Habiburokhman menilai putusan Komisi Kode Etik Polri (KKEP) memecat Irjen Ferdy Sambo dengan tidak hormat sudah tepat.
Keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), menurutnya, merupakan konsekuensi yang harus diterima Irjen Ferdy Sambo usai menghilangkan nyawa anak buahnya sendiri.
"Putusan sudah tepat. Karena ini memang pelanggaran kategori berat dan menimbulkan hilangnya nyawa orang," ujar Habiburokhman kepada wartawan, Jumat, 26 Agustus.
Menurut anggota Fraksi Gerindra ini, putusan kode etik diperberat karena Ferdy Sambo berupaya menghilangkan bukti-bukti di tempat kejadian perkara. Irjen Ferdy Sambo disebut Habiburokhman juga membuat skenario dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
"Yang lebih memberatkan lagi upaya menghilangkan bukti dengan melibatkan banyak sekali anggota Polri," kata Wakil Ketua MKD DPR itu.
Menurutnya, upaya banding yang diajukan Ferdy Sambo akan menjadi hal yang sia-sia. Sebab kata dia, tidak ada lagi alasan yang dapat meringankan dalam kasus Ferdy Sambo ini.
"Saya rasa percuma dia (Ferdy Sambo) banding, saya tidak melihat adanya alasan yang meringankan untuk itu (kasusnya, red)," kata Habiburokhman.
Diberitakan sebelumnya, tersangka dalang pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo, mengajukan banding terkait keputusan sidang etik yang memberhentikannya secara tidak hormat dari Polri.
Banding itu disampaikan Ferdy usai putusan pemecatannya dibacakan Tim Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) di gedung TNCC Mabes Polri Jakarta Selatan, Jumat, 26 Agustus, dini hari.
"Mohon izin Ketua KKEP bagaimana kami sampaikan dalam proses persidangan, kami mengakui semua perbuatan dan menyesali semua perbuatan yang kami lakukan terhadap institusi Polri," kata Sambo.
"Namun mohon izin sesuai dengan Pasal 69 PP Nomor 72 Tahun 2022, izinkan kami untuk mengajukan banding," sambungnya.
Putusan Banding Final, Tak Ada PK
Sementara Polri menegaskan putusan banding terkait Irjen Ferdy Sambo nantinya bersifat final. Tak ada lagi upaya hukum lain atas putusan banding khusus terkait Ferdy Sambo.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menjelaskan, Polri tak akan memberlakukan ketentuan Peninjauan Kembali (PK) yang tercantum dalam Peraturan Kepolisian Republik Indonesia (Perpol) Nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri dalam kasus Irjen Ferdy Sambo.
Dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022, diatur anggota Polri yang dinyatakan terbukti melanggar kode etik dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) sebagaimana tertuang dalam Pasal 83.
"Khusus untuk irjen FS, banding adalah keputusan final dan mengikat," kata Irjen Dedi Prasetyo dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jumat, 26 Agustus dinihari
Artinya, dengan tak berlakunya aturan itu, maka upaya hukum yang dapat dilakukan Ferdy Sambo hanyalah banding.
Ferdy Sambo tak lagi dapat melakukan langkah hukum lainnya seperti PK jika merasa tak puas dengan hasil putusan banding.
"Jadi keputusan banding adalah keputusan final dan mengikat. Sudah tidak ada lagi upaya hukum lagi," kata Dedi.