Bagikan:

JAKARTA - Pakistan mendesak masyarakat internasional untuk berupaya memberikan bantuan. Saat ini Pakistan tengah berjuang mengatasi berbagai masalah usai banjir besar bulan lalu yang menewaskan lebih dari 800 orang.

Upaya pendanaan dan rekonstruksi akan menjadi tantangan bagi Pakistan yang kekurangan uang. "Curah hujan nasional pada Juli hampir 200 persen di atas rata-rata, ujar Sardar Sarfaraz, seorang pejabat senior di kantor metrologi dikutip dari Reuters, Kamis, 25 Agustus.

"Tidak diragukan lagi provinsi atau Islamabad mampu mengatasi bencana iklim sebesar ini sendiri. Hidup dalam risiko, ribuan kehilangan tempat tinggal. Mitra internasional perlu memobilisasi bantuan," kata Sherry Rehman, Menteri Federal untuk Perubahan Iklim di sebuah tweet.

Menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), hujan monsun yang deras dan banjir telah mempengaruhi sekitar 2,3 juta orang di Pakistan sejak pertengahan Juni, menghancurkan sedikitnya 95.350 rumah dan merusak 224.100 lagi.

Sindh di tenggara negara itu dan Balochistan di barat daya adalah dua provinsi yang paling terkena dampak. Lebih dari 504.000 ternak telah terbunuh, hampir semuanya di Balochistan, sementara kerusakan hampir 3.000 km jalan dan 129 jembatan telah menghambat pergerakan di sekitar daerah yang terkena banjir.

Jalur pasokan utama dari kota pelabuhan Karachi telah terputus selama lebih dari seminggu setelah jembatan yang menghubungkannya ke Balochistan tersapu, sementara lusinan bendungan kecil di provinsi itu kewalahan.

“Pemerintah federal juga telah meminta bantuan kepada mitra pembangunan internasional, sehingga rekonstruksi infrastruktur yang hancur akibat banjir dapat dimulai setelah air surut,” kata Ahsan Iqbal, Menteri Perencanaan, Pembangunan dan Inisiatif Khusus dalam sebuah posting twitter.

Di Sindh, pemerintah menutup semua lembaga pendidikan untuk mengantisipasi prakiraan hujan baru pada Rabu dan Kamis dan sebuah bandara di distrik Nawabshah tetap ditutup dengan lapangan terbang yang hampir sepenuhnya terendam.

“Ini adalah bencana iklim skala epik, yang menimbulkan krisis kemanusiaan yang bisa menandingi besarnya banjir besar yang disaksikan pada tahun 2010,” kata Rehman.