Bagikan:

JAKARTA - Para orang tua diminta untuk bisa kembali memperkenalkan permainan tradisional. Tujuannya, mencegah anak kecanduan gawai.

"Mainan tradisional ini zaman saya seperti bakiak dan kelereng. Kini bagus sekali untuk mengembalikan permainan-permainan tradisional,” kata Ketua Tim Kerja Perilaku Ibu Hamil, Anak dan Remaja Kemenkes, Herawati di Jakarta, Kamis 25 Agustus dinukil dari Antara.

Diakui, memang ada perubahan baru sejak pandemi COVID-19. Mau tak mau anak bisa menggunakan gawai dalam jangka waktu yang lebih lama. Tak jarang pula, anak masih tetap memainkannya meski jam belajar secara daring sudah usai.

Tingginya waktu bermain gawai, akhirnya berdampak pada sifat anak yang lebih cenderung suka menyendiri dan mengubah anak menjadi ketergantungan atau yang biasa disebut dengan adiktif gawai.

“Anak jadi ketergantungan dan akhirnya bisa menjadi sibuk dengan gadget. Anak tidak memikirkan lingkungan sekitar, akhirnya pertumbuhan psikis, fisik maupun sosial terganggu karena tidak mau secara otomatis berinteraksi dengan yang lainnya,” ucap dia.

Dengan hadirnya permainan tradisional seperti bakiak, gobak sodor ataupun kelereng, menurut Herawati, anak dapat memiliki wadah bermain yang lebih menarik dan mengasyikkan.

Permainan tradisional yang lebih mengutamakan keintiman dengan teman bermain dan memfokuskan anak untuk berpikir strategi dan membangun kerja sama tim, kata dia, membuat tumbuh kembang anak menjadi semakin optimal.

"Dengan permainan tradisional pula, hubungan antara orang tua dan anak bisa semakin dekat karena akan banyak komunikasi yang terbangun, sehingga anak merasa bahagia dan lebih senang untuk aktif bermain," katanya.

Herawati juga menyarankan kalau memang boleh menggunakan gawai, ada baiknya orang tua membuat kesepakatan soal durasi waktu penggunaannya.

"Hal itu bertujuan agar anak mengetahui tanggung jawab dan terhindar dari kecanduan. Orang tua juga perlu mengawasi apa saja fitur atau aplikasi yang dibuka oleh anak guna menghindari terjadinya penyelewengan dalam berselancar di internet," katanya.

Kecanduan gawai pada anak memang bisa menyebabkan gangguan mental jika tak segera diatasi. Anak yang kecanduan gawai bisa tiba-tiba marah ketika sinyal susah, kuota habis, karena merasa seolah tidak terpenuhi kenikmatan dan kenyamannya.

"Jadi dari berbagai hal inilah sesuatu yang dinikmati dan sudah merasa nyaman dengan keadaan itu, tiba tiba hilang secara mendadak, memang bisa menimbulkan anak-anak stres. Dia tidak bisa belajar sosial, tidak bisa melihat bagaimana pergaulan," jelas Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Kak Seto beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut, Seto menjelaskan ada beberapa kondisi yang harus diwaspadai oleh orangtua saat anak kecanduan gawai. Apabila anak sudah sulit untuk diatur, mengganggu pola makan, ibadah dan waktu belajar, hal tersebut perlu diwaspadai. Apalagi jika mood sang anak sulit untuk dikendalikan jika dijauhkan dari gawai.

"Kalau anak sudah mulai nggak teratur. Kalau makan, nggak makan. Kalau ibadah, tidak. Waktunya belajar juga tidak. Terus main gadget. Kadang mengurung diri di kamar. Atau uring uringan. Marah-marah, nah itu sudah harus waspada. Ada sesuatu yang tidak beres pada jiwa anak," kata Kak Seto.