Makin Banyak Polisi yang ‘Ditahan’ di Ruang Khusus, Kabareskrim Pernah Janji Bakal Pidanakan yang Halangi Penyidikan Pembunuhan Brigadir J
Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dalam jumpa pers perkembangan penanganan kasus pembunuhan Brigadir J di Mabes Polri, Kamis, 4 Agustus/FOTO: Rizky Adytia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Semakin banyak polisi yang terseret kasus pembunuhan di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Sudah ada 16 polisi yang ditahan di tempat khusus diduga terindikasi melakukan pelanggaran atau ketidakprofesionalan saat penanganan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menjelaskan, ada penambahan 4 orang perwira menengah dari Polda Metro Jaya yang resmi ditahan di tempat khusus. Pangkat mereka ada 3 orang AKBP dan 1 Kompol.

Empat orang itu menambah gerbong 12 polisi yang sebelumnya sudah ditahan.

"Hasil riksa (pemeriksaan) dan gelar kemarin malam, ditetapkan 4 pamen PMJ (3 AKBP dan 1 Kompol) menjalankan Patsus di Biro Provost Mabes Polri," kata Irjen Dedi Prasetyo kepada VOI, Sabtu 13 Agustus.

Rinciannya, 6 orang ditahan di tempat khusus Mako Brimob dan 10 orang lannya di Provost Mabes Polri.

Bisa Dijerat Pidana

Menko Polhukam Mahfud MD sebelumnya menyebut dugaan pengambilan decorder kamera Closed Circuit Television (CCTV) yang dilakukan terkait kasus pembunuhan Brigadir J dengan dalang otak pelaku pembunuhan eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Irjen Ferdy Sambo bisa dipidana.

“Bisa masuk dua-duanya. Hukum formal itu kan kristalisasi dari moral dan etika, jadi pengambilan CCTV itu bisa melanggar etik karena tidak cermat atau tidak profesional dan sekaligus bisa pelanggaran pidana karena obstruction of justice dan lain-lain,” ujarnya kepada wartawan, Minggu, 7 Agustus.

Mahfud menegaskan kembali kalau dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Irjen Sambo bisa berjalan beriringan dengan dugaan pidana jika terbukti melakukan pidana.

Pasalnya, lanjut Mahfud, sanksi etik bukan diputuskan oleh majelis hakim. Sehingga pelanggaran etik bisa ditindak bersamaan dengan pidana.

"Ya, karena sanksi etik bukan diputus oleh hakim dan bukan hukuman pidana melainkan sanksi administratif seperti pemecatan, penurunan pangkat, teguran, dan lain-lain. Sedangkan peradilan pidana diputus oleh hakim yang hukumannya adalah sanksi pidana seperti masuk penjara, hikuman mati, perampasan harta hasil tindak pidana, dan lain-lain,” ucapnya.

Janji Kabareskrim

Kabareskrim Komjen Agus Andrianto menegaskan persoalan CCTV yang disebut rusak/mati di rumah singgah Irjen Ferdy Sambo masih diselidiki terkait misteri pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Tindakan tegas akan diterapkan kepada anggota yang terbukti menghalangi penyidikan kasus Brigadir J.

“Yang jelas rekan-rekan tahu ada CCTV rusak yang diambil pada saat di satpam dan itu juga sdh kita dalami dan kita sudah mendapatkan bagaimana proses pengambilan dan siapa yang mengambil juga sudah kita lakukan pemeriksaan dan saat ini tentunya kita akan melakukan proses selanjutnya,” kata Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dalam jumpa pers perkembangan penanganan kasus pembunuhan Brigadir J di Mabes Polri, Kamis, 4 Agustus.

“Tentunya memang kendala daripada upaya pembuktian adalah adanya barang bukti yang rusak atau dihilangkan sehingga membutuhkan waktu untuk mengungkap tuntas kasus ini,” sambung Komjen Agus.

Soal proses penanganan pembunuhan Brigadir J, Kabareskrim mengatakan timsus Polri bekerja secara menyeluruh termasuk terkait dugaan keterlibatan pihak lain dalam pembunuhan Brigadir J.

“Nantinya apabila ada proses ditemukan pelanggaran pidana daripada perbuatan-perbuatan yang dilakukan, baik itu menghalangi proses penyidikan, menghilangkan barang bukti, menyembunyikan barang bukti sehingga menghambat proses penyidikan, nantinya akan setelah menjalani proses pemeriksaan kode etik, rekomendasi daripada bapak Irwasum nanti akan jadikan dasar apakah perlu kita lakukan peningkatan status mereka menjadi bagian daripada para pelaku,” kata Komjen Agus.