JAKARTA - Penjenamaan rumah sakit umum daerah (RSUD) menjadi rumah sehat untuk Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi perdebatan.
Meskipun Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku tidak mempermasalahkannya, namun Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Gilbert Simanjuntak menyatakan hal ini tetap menjadi rancu bagi masyarakat.
"Penamaan rumah sehat untuk rumah sakit, sekalipun untuk branding, adalah rancu," kata Gilbert kepada wartawan, Senin, 8 Agustus.
Melihat latar belalang Anies yang merupakan seorang akademisi di bidang ekonomi, politik, dan kebijakan publik, serta Budi Gunadi yang merupakan ekonom, Gilbert memandang mereka tidak patut merombak penamaan rumah sakit menjadi rumah sehat karena tak menguasai bidang kesehatan.
"Pada saat Gubernur (Anies) dua bulan menjelang habis jabatannya memberi penjenamaan rumah sehat, dan sebelumnya Menteri Kesehatan menyetujuinya, maka jelas, keduanya kurang memahami konsep ilmu kesehatan lingkungan juga aturan Kemenkes mengenai kriteria rumah sehat," ungkap Gilbert.
Lebih lanjut, anggota dewan yang juga berprofesi sebagai dokter ini menjelaskan, istilah rumah sehat sebenarnya digunakan untuk rumah tinggal yang sehat.
Sehingga, ia bilang, melegalkan kerancuan rumah sehat untuk rumah sakit tidak bermakna dalam upaya promosi kesehatan.
"Bila latar belakang tidak sesuai bidang yang hendak dirombak, ada baiknya menghargai disiplin ilmu yang mengeluti konsep tersebut. Konsultasi ke ahli ilmu kesehatan masyarakat dan ahli tata bahasa akan menjernihkan kerancuan ini sebelum terlalu jauh," tegasnya.
Sebagai informasi, rumah sehat untuk Jakarta merupakan sebuah penjenamaan layanan kesehatan milik Pemprov DKI Jakarta sebanyak 31 RSUD. Anies pun menjelaskan alasan dirinya membuat kebijakan tersebut.
Anies mengatakan pengubahan nama rumah sakit menjadi rumah sehat pada fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah daerah ini dilakukan untuk mengubah pola pikir masyarakat agar tidak hanya berkunjung di saat sakit, namun juga dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kualitas kesehatannya.
Hal ini Anies sampaikan saat peluncuran penamaan rumah sehat untuk Jakarta di RSUD Cengkareng, Jakarta Barat, Rabu, 3 Agustus.
“Selama ini rumah sakit kita berorientasi pada kuratif dan rehabilitatif, sehingga orang datang karena sakit dan ingin sembuh. Datanglah ke rumah sakit untuk sembuh, padahal untuk sembuh harus sakit dulu. Nah di sisi lain pada pandemi kemarin kita menyaksikan pentingnya menjaga kesehatan. Karena itu Rumah Sehat ini perannya ditambah, yakni aspek promotif dan preventif,” kata Anies.
BACA JUGA:
Keputusan Anies ini menuai kritikan dari sejumlah Anggota DPRD DKI Jakarta, khususnya Fraksi PDIP dan PSI. Namun, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin ternyata tak mempermasalahkan penjenamaan tersebut.
Sebab, berdasarkan komunikasi yang sebelumnya Anies kepadanya, disebutkan bahwa perubahan nama menjadi rumah sehat hanya sebatas logo atau branding.
"Terus terang beliau (Anies) sempat bicara dengan saya. Itu seperti perubahan logo sehingga bisa memberikan pesan," kata Budi saat ditemui di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Agustus.
Budi menjelaskan, terdapat dua jenis penamaan, yakni nama legal dan nama merek atau branding. Meskipun logo sebagai branding rumah sakit menggunakan nama rumah sehat, namun akta secara legal tetap dinamakan rumah sakit.
Sehingga, kata Budi, hal itu tidak melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
"Mesti dibedakan apa nama legalnya, dan nama brandingnya. Jadi, update yang dismapaikan (Anies) ke kami secara legal tetap rumah sakit, tapi branding-nya logonya memakai definisi rumah sehat. Kalau bagi kita, yang penting aktenya legal pakai apa," jelas Budi.