KLHK: Video Greenpeace Soal Karhutla dan Konsesi Sawit di Papua adalah Video Lama
ILUSTRASI/Kebakaran hutan (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan video kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di konsesi sawit di Papua yang diekspose oleh Greenpeace adalah video 2013.

"Investigasi yang diekspos Greenpeace menyebutkan bahwa video yang digunakannya itu adalah video tahun 2013," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 13 November.

Ridho mempertanyakan alasan Greenpeace yang baru mengunggah video lama saat ini. Sebab, ketika lembaga swadaya masyarakat ini mendapat laporan soal karhutla tersebut harusnya langsung melaporkan kepada pihak terkait.

"Seharusnya, Greenpeace segera melaporkan bukti video tahun 2013 itu kepada pihak terkait pada saat itu," tegasnya.

Greenpeace, sambung Ridho, seharusnya jujur dalam mengungkapkan hasil investigasinya. Termasuk, soal pelepasan kawasan hutan untuk konsesi-konsesi perkebunan sawit tersebut itu diberikan pada periode tahun 2009-2014 atau bukan oleh pemerintahan periode sekarang. 

“Misalnya, SK pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan yang diberikan oleh Pak Menteri Kehutanan yang dulu kepada PT Dongin Prabhawa, itu adalah SK tahun 2009," ungkapnya.

Ridho menambahkan, hampir seluruh pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit di Papua dan Papua Barat diberikan di era periode pemerintahan sebelumnya

Selanjutnya, dia meminta kepada Greenpeace, jika mereka memiliki bukti karhutla seperti kejadian yang dieksposnya sekarang ini, lebih baik segera dilaporkan.

Hal ini bertujuan agar kejadian semacam ini bisa segera ditindaklanjuti. Ridho juga menjamin, perusahaan dari negara manapun yang melanggar terutama terkait karhutla, terbukti telah ditindak sesuai prosedur peraturan perundangan.

“Beberapa perusahaan yang berada di bawah grup Korindo telah berikan sanksi akibat karhutla yang terjadi di konsesi-konsesi mereka, bahkan ada yang dibekukan izinnya. Juga beberapa perusahaan Malaysia, Singapura, termasuk perusahaan-perusahaan Indonesia," pungkasnya.