Istri Irjen Ferdy Sambo Diduga Jadi Korban Pelecehan Seksual, Anggota DPR Soroti Perlindungan Korban Terabaikan
Rumah singgah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan/DOK ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Publik masih menunggu perkembangan kasus baku tembak antar anggota polisi yang menewaskan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Saat ini polisi masih mendalami bukti-bukti yang bisa mengungkap kebenaran atas kejadian tersebut. 

Dalam penanganan kasus itu, anggota Komisi VIII DPR MF Nurhuda Yusro justru menyoroti kasus dugaan kekerasan seksual yang menimpa istri Irjen Ferdy Sambo. Menurutnya, pemberitaan penembakan terhadap Brigadir J justru mengabaikan perlindungan kerentanan korban kekerasan seksual.

“Pemberitaan media massa atas kasus kekerasan seksual ini begitu gencar, sehingga publik seringkali lupa bahwa ada kerentanan korban kekerasan seksual, dalam hal ini adalah istri Irjen Ferdy Sambo yang seringkali terabaikan," ujar Nurhuda kepada wartawan pada Rabu, 3 Agustus.

"Alih-alih memberikan pelindungan dan pemulihan terhadap korban, perhatian publik justru tersedot pada insiden penembakan,” sambungnya. 

Karena itu, anggota Fraksi PKB ini perlu mengingatkan kepada semua pihak agar tetap memperhatikan adanya kerentanan berbasis gender yang dihadapi oleh perempuan korban. Hal tersebut sesuai mandat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022, tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“Sesuai mandat yang diberikan oleh UU TPKS, negara harus memastikan pemenuhan hak-hak perempuan pelapor/korban kekerasan seksual khususnya dalam aspek pelindungan dan pemulihan,” jelas Nurhuda.

Terkait insiden penembakan yang terjadi, Nurhuda berharap semua pihak menahan diri untuk tidak menyebarkan spekulasi berita yang berpotensi mengganggu jalannya proses penyidikan dan pengusutan kasus kekerasan seksual ini.

“Ini adalah sebuah tantangan besar dalam upaya implementasi UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022 yang baru saja disahkan,” katanya.

Nurhuda mengatakan, sudah seharusnya masyarakat memberikan kepercayaan kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini pihak kepolisian dan Komnas HAM untuk mengusut tuntas kasus kekerasan seksual ini. Hal ini kata dia, agar benang kusut penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual tetap berjalan.

“Di sisi lain, proses pelindungan dan pemulihan terhadap korban kekerasan seksual juga bisa terlaksana dengan baik,” kata Nurhuda.