Lontarkan Sindiran Pedas, Jubir Kemlu Rusia Rusia Singgung Boris Johnson Bisa 'Berubah' Jadi Perempuan untuk Pemilihan Sekjen NATO
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova. (Sumber: Press Service of the Ministry of Foreign Affairs of the Russian Federation via TASS)

Bagikan:

JAKARTA - Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova melontarkan sindiran pedas, menyebut Boris Johnson yang akan segera meninggalkan posisi Perdana Menteri Inggris bisa berubah menjadi wanita, untuk bersaing dalam pencalonan Sekjen Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

"Tidak ada yang mencegah Boris Johnson dari tiba-tiba menemukan seorang wanita batiniah. Trendi, berani, gayanya," kata Zakharova, melansir TASS 31 Juli.

Menurut juru bicara itu, jumlah jenis kelamin yang diakui di negara-negara anggota NATO memungkinkan Johnson untuk memilih satu yang paling cocok untuknya.

"Bahkan jika NATO akan memilih dari orang-orang yang menyebut diri mereka wanita, mereka selalu bisa tiba-tiba menemukan pria batiniah atau jenis kelamin lain," sindir diplomat itu.

Sebelumnya, sumber TASS di lembaga internasional Brussels mengatakan bahwa Johnson tidak memiliki satu kesempatan untuk menjadi Sekretaris Jenderal NATO yang baru, khususnya, karena dia bukan seorang wanita dan tidak mewakili negara anggota NATO yang baru.

Selain Johnson, Daily Telegraph pekan lalu malaporkan mantan perdana menteri Theresa May dan David Cameron serta Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace disebut juga berpeluang menjadi calon dari Inggris.

Media itu menekankan, jabatan Sekretaris Jenderal NATO telah lama ditawarkan kepada perwakilan Inggris karena ketidakpercayaan Amerika Serikat terhadap politisi Eropa, yang telah berulang kali mengumumkan rencana mereka untuk membentuk pasukan Uni Eropa yang baru.

boris johnson
Boris Johnson Wikimedia Commons U.K. Prime Minister

Adapun mengutip France 24 dari AFP, seiring dengan akan berakhirnya masa jabatan Jens Stoltenberg sebagai Sekjen NATO, untuk pertama kalinya aliansi pertahanan itu diharapkan bakal memiliki sekjen wanita.

Selama tujuh dekade koalisi militer yang kuat telah dipimpin oleh serangkaian pria Eropa Barat, sekarang banyak pengamat memperkirakan kelompok beranggotakan 30 orang itu akan memilih seorang wanita, tidak tertutup kemungkinan dari timur jauh.

Diketahui, Stoltenberg diperkirakan tidak akan menyerahkan kursinya sampai Desember, dan masih menghadapi tantangan akhir yang sangat besar dalam membimbing NATO melalui krisis yang dipicu oleh penumpukan pasukan agresif Rusia di sekitar perbatasan Ukraina yang terkepung.

"Proses pencalonan tidak jelas," kata seorang diplomat Eropa kepada AFP, bersikeras anonimitas yang menyelimuti proses perekrutan tertutup dan sangat politis. "Tidak ada yang berkampanye secara terbuka, tetapi banyak nama beredar di antara sekutu."

Sementara sekretaris jenderal selalu orang Eropa, sama seperti komandan militer sekutu tertinggi selalu orang Amerika, tidak ada calon yang akan mengungkapkan minat mereka sampai mereka yakin akan dukungan Gedung Putih Presiden AS Joe Biden.

Ini mencerminkan kenyataan, meski 21 dari 30 anggota NATO juga merupakan anggota Uni Eropa, Amerika Serikat masih merupakan pemimpin aliansi yang tidak diragukan lagi.

Kali ini, bagaimanapun, banyak yang berharap bahwa pemimpin sipil baru setidaknya akan datang dari ibu kota Uni Eropa, karena Barat menyesuaikan keseimbangan kekuatannya, untuk mengakomodasi apa yang oleh para pemimpin seperti Presiden Prancis Emmanuel Macron disebut "kedaulatan Eropa" atau "otonomi strategis".

Seperti yang dikatakan mantan pejabat NATO, "bahkan Amerika" tidak lagi menentang ambisi Uni Eropa yang lebih besar.

Sejumlah nama wanita yang disebut-sebut seputar pencarian calon Sekjen NATO antara lain, mantan Perdana Menteri Inggris Theresa May, Menteri Luar Negeri Belgia Sophie Wilmes, hingga mantan Presiden Lithuania Dalia Grybauskaite.