Bagikan:

JAKARTA - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menegaskan bahwa kematian ikan sapu-sapu secara massal di Sungai Kalibaru, Kramat Jati, Jakarta Timur beberapa waktu lalu bukan karena limbah kurban.

"Apabila penyebab kematian diduga akibat pembuangan limbah kurban, maka hal ini dapat saja terjadi pada banyak aliran sungai yang ada di DKI Jakarta," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto dalam keterangannya di Jakarta, Antara, Jumat, 29 Juli.

Hal ini, kata Asep, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh pihaknya dengan menggandeng Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) untuk menyelidiki penyebab kematian ikan sapu-sapu di Sungai Kalibaru Timur, Kramat Jati, Jakarta Timur.

"Namun, karena kejadian kematian massal ikan hanya terjadi pada skala lokal di salah satu ruas Sungai Kalibaru Timur, terdapat kemungkinan adanya kejadian tidak biasa berupa pembuangan limbah dengan debit sangat besar atau konsentrasi limbah sangat tinggi, kemudian tersebar langsung ke dalam ruas sungai tersebut yang dapat menyebabkan adanya perubahan drastis kualitas air, sehingga menjadi penyebab kematian massal Ikan sapu sapu yang hidup di area tersebut," ujarnya.

Untuk kajian tersebut, Asep menyebutkan bahwa setelah kejadian kematian massal ikan sapu sapu di Sungai Kalibaru Timur pada 11 Juli 2022, tim dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta melakukan investigasi dengan mengambil sampel air sungai di lokasi kejadian pada hari yang sama yang kemudian dibawa ke Laboratorium Lingkungan Hidup Daerah (LLHD) Provinsi DKI Jakarta untuk dianalisis lebih lanjut.

Dari hasil analisis, lanjut dia, memang terjadi peningkatan nilai cukup tajam pada hari kejadian untuk beberapa parameter kualitas air jika dibandingkan dengan data kisaran hasil pemantauan rutin serta baku mutu.

DLH, kata Asep, setiap tahun secara rutin melakukan pemantauan kualitas air sungai pada empat periode mewakili musim hujan, kemarau, dan peralihan antarmusim di 120 titik pemantauan di seluruh Jakarta.

Beberapa parameter kualitas air yang ditemukan peningkatan cukup tajam, ungkap Asep, di antaranya BOD yang pada saat kejadian bernilai 68 mg/L (baku mutu 3 mg/L), COD 309 mg/L (baku mutu 25 mg/L), dan Fecal Coliform 1.400.000 MPN/100ml (baku mutu 1.000 MPN/100ml).

"Berdasarkan kajian itu, disimpulkan penyebab kematian massal ikan sapu-sapu yang dominan di sana saat itu, diduga kuat berasal dari aktivitas domestik yang tidak biasa, seperti pembuangan limbah dengan debit yang sangat besar atau kejadian khusus lainnya," ucapnya.

Atas temuan itu, kata dia, langkah lebih lanjut yang akan dilakukan Dinas Lingkungan Hidup adalah melakukan inventarisasi sumber pencemaran domestik, baik yang berasal dari permukiman, perkantoran, industri skala kecil-menengah, industri skala besar dan aktivitas lainnya di ruas sungai tersebut.

"Apabila teridentifikasi penyebab lebih dominan dari aktivitas rumah tangga, maka lokasi tersebut dapat menjadi prioritas pembuatan IPAL Komunal atau ekoriparian berkolaborasi dengan Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (DPHK). Kami juga mengimbau masyarakat sekitar bantaran agar bijak dalam pengelolaan limbah domestik," katanya menambahkan.