MATARAM - Remaja pelaku kasus pembegalan terhadap Murtede alias Amaq Sinta, berinisial H divonis pembinaan selama enam bulan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), di Kabupaten Lombok Tengah, NTB.
Penasihat hukum H, Yan Mangandar Putra mengatakan vonis dibacakan dalam sidang tertutup di Ruang Sidang Anak Pengadilan Negeri Praya.
"Pada pokoknya hakim tunggal Farida Dwi Jayanthi, mengadili terdakwa anak (H, inisial) menyatakan terbukti bersalah melakukan pencurian dengan kekerasan dalam keadaan memberatkan, sesuai dakwaan primair penuntut umum," kata Putra yang memberikan pendampingan hukum melalui Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lombok Tengah, dilansir ANTARA, Selasa, 26 Juli.
Terhadap putusan hakim itu, kata dia, menyampaikan H telah menyatakan menerima vonis hakim tunggal yang digelar Selasa siang (26/7) di Pengadilan Negeri Praya, Kabupaten Lombok Tengah. Demikian juga dengan pernyataan penuntut umum yang diwakilkan jaksa pada Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, Vini Angeline.
"Karena kami dan penuntut umum menyatakan menerima, sehingga putusan telah berkekuatan hukum tetap," ujarnya.
Menurut informasi dari kejaksaan, tindak lanjut dari status putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu, eksekusi putusan akan dilaksanakan pada 4 Agustus 2022.
Dalam sidang tuntutan, jaksa sebelumnya menuntut H dengan pidana pembinaan selama sembilan bulan.
Namun Putra bersama tim penasihat hukum, memberikan pembelaan dengan menerangkan sesuai fakta persidangan bahwa H bersikap pasif mulai dari awal perencanaan hingga eksekusi pembegalan terhadap Amaq Sinta.
"Jadi, H ini hanya ikut saja perintah pelaku dewasa dan tidak membawa senjata serta tidak ikut melakukan penyerangan terhadap korban," ucap dia.
Pada fakta lain, Amaq Sinta dalam persidangan juga telah memaafkan H dan berharap usai menjalani hukuman dapat segera melanjutkan pendidikan.
Putra pun menilai putusan hakim tunggal dalam kasus ini sudah tepat, proporsional dengan perbuatan anak dan telah sesuai dengan UU Nomor 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Baca juga:
Dalam UU SPPA jenis pidana terhadap anak berbeda dengan orang dewasa yang biasanya penjara dan denda. Sedangkan anak berdasarkan UU SPPA yaitu pidana dan tindakan.
Berkaca dari kasus ini, dia berharap bisa menjadi bahan pembelajaran bersama dalam pemenuhan hak-hak anak, serta peningkatan pengawasan dari lingkungan sosial.
"Jadi, bukan hanya sibuk sekadar keriuhan seperti penghargaan kota layak anak. Semoga dari kasus ini tidak ada lagi anak-anak yang nasibnya sama seperti H," ujar dia.
Dalam perkara ini, dia dari LPA Lombok Tengah memberikan pendampingan bersama Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Mataram, Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum UIN Mataram, dan pihak keluarga H.
H merupakan satu dari tiga pelaku pembegalan Amaq Sinta. Dua rekannya, O dan P, tewas dalam aksi tersebut, sedangkan rekannya, berinisial W (22), kini masih ditahan di Rumah Tahanan Polda NTB.