Bagikan:

JAYAPURA - Direktur LBH Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (APIK) Jayapura Nur Aida Duwila menyebutkan kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak di Jayapura hingga kini lebih banyak diselesaikan secara kekeluargaan.

Orang tua korban lebih memilih jalur kekeluargaan dengan berbagai pertimbangan.

"Memang benar sangat jarang kasus pelecehan dan kekerasan terhadap anak yang sampai ke pengadilan," kata Nona dilansir ANTARA, Minggu, 24 Juli.

Dijelaskan, rata-rata keluarga korban hanya menelpon dan melakukan konsultasi namun tidak ada tindak lanjutnya.

"Karena itu, terkadang kami pro aktif dengan menelpon kembali namun pihak keluarga menyatakan bila kasusnya ditangani secara kekeluargaan karena korban masih dibawa umur," ujar dia.

"Kami tidak bisa memaksakan keluarga untuk melanjutkan ke ranah hukum karena itu hak mereka," ungkap Nona Duwila. 

Menurutnya, dari keterangan pihak keluarga terungkap keengganan untuk melanjutkan kasus hingga ke ranah hukum karena lebih memilih memulihkan psikologi anak yang menjadi korban.

Pemulihan psikologi tidak saja kepada anak yang menjadi korban tetapi pelaku yang masih di bawah umur.

Karena itu, peran pemda dalam hal ini dinas perlindungan anak sangat dibutuhkan terutama menyediakan tenaga psikolog agar dapat berkonsultasi dan pendampingan secara gratis.

"Biaya konsultasi dengan psikolog tidak murah sehingga bila dinas tersebut menyediakan maka itu sangat membantu, " kata Nona Duwila menyebutkan LBH APIK Jayapura saat ini hanya memiliki tiga pengacara.