JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan lima orang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pabrik peleburan baja tanur tinggi oleh PT Krakatau Steel. Salah satunya berstatus tahanan kota yakni eks direktur utama Fazwar Bujang.
Fazwar Bujang, yang pernah menjabat sebagai dirut PT Krakatau Steel periode 2017-2012, menjadi tahanan kota selama 20 hari karena sedang sakit.
“Karena alasan yang bersangkutan (Fazwar) sudah usia 74 tahun dalam keadaan sakit," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana dilansir ANTARA, Selasa, 19 Juli.
Sementara itu, dua tersangka lain ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung, yaitu Andi Soko Setiabudi selaku Deputi Direktur Proyek Strategis PT Krakatau Steel periode 2010-2012 dan Muhammad Reza selaku Project Manager PT Krakatau Engineering periode 2013-2016.
Selanjutnya, dua tersangka sisanya ditahan di Rutan Kelas I Salemba, Jakarta Pusat, yakni Bambang Purnomo selaku Direktur Utama PT Krakatau Engineering periode 2012-2015 dan Hernanto Wiryomijoyo alias Raden Hernanto selaku Ketua Tim Persiapan dan Implementasi Proyek Blast Furnace tahun 2011 sekaligus General Manager Proyek PT Krakatau Steel periode 2013-2019.
Sumedana menjelaskan alasan pemberian status tahanan kota terhadap tersangka Fazwar Bujang disebabkan oleh kondisi kesehatan dan faktor usia yang bersangkutan.
Menurut dia, hasil pemeriksaan oleh tim dokter Rumah Sakit Adhyaksa, Senin (18/7), menyatakan Fazwar tidak berada dalam kondisi layak untuk dilakukan penahanan di rumah tahanan. Namun, Ketut tidak merinci penyakit yang diderita Fazwar Bujang tersebut.
"Yang bersangkutan tidak layak untuk dilakukan penahanan rutan, sehingga opsinya tahanan rumah," sambungnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, dalam rilis video konferensi pers di Jakarta, Senin, 18 Juli, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan PT Krakatau Steel di tahun 2007 menyetujui pengadaan pabrik BFC dengan kontraktor pemenang adalah MCC CERI konsorsium dan PT Krakatau Engineering, yang merupakan anak perusahaan PT Krakatau Steel. Namun, pengadaan tersebut dilakukan secara melawan hukum.
"Yang seharusnya MCC CERI melakukan pembangunan sekaligus pembiayaannya, namun pada kenyataannya dibiayai oleh konsorsium dalam negeri atau Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) dengan nilai kontrak pembangunan pabrik BFC dengan sistem terima jadi, sesuai dengan kontrak awal Rp4,7 triliun hingga addendum ke-4 membengkak menjadi Rp6,9 triliun," ujar Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
Dugaan kasus korupsi tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp6,9 triliun sesuai dengan pembiayaan yang dikeluarkan oleh konsorsium Himbara.