Bagikan:

JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Krakatau Steel periode 2007-2012 Fazwar Bujang alias FB menjadi tahanan kota setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi proyek pabrik peleburan baja tanur tinggi atau Blast Furnace Complex (BFC) oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011. 

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, untuk mempercepat proses penyidikan FB menjadi tahanan kota berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-26/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 18 Juli 2022.

"FB menjadi tahanan kota selama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal 18 Juli 2022 sampai dengan 6 Agustus 2022," terang Sumedana dilansir ANTARA, Senin, 18 Juli.

Selain FB, Kejagung juga menetapkan tersangka lainnya, yakni Andi Soko Setiabudi alias ASS selaku Deputi Direktur Proyek Strategis PT Krakatau Steel periode 2010-2012 dan Ir. Muhammad Reza alias MR selaku Project Manager PT Krakatau Engineering periode 2013-2016 dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan.

Kemudian tersangka Ir. Bambang Purnomo alias BP selaku Direktur Utama PT Krakatau Engineering periode 2012-2015 dan Hernanto Wiryomijoyo alias HW alias Raden Hernanto alias RH selaku Ketua Tim Persiapan dan Implementasi Proyek Blast Furnace tahun 2011 dan General Manager Proyek PT Krakatau Steel periode 2013-2019 juga dilakukan penahanan di Rutan Kelas 1 Jakarta Pusat Salemba selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menjelaskan PT Krakatau Steel (KS) pada tahun 2007 menyetujui pengadaan pabrik BFC dengan kontraktor pemenang adalah MCC CERI konsorsium dan PT Krakatau Engineering yang merupakan anak perusahaan dari PT Krakatau Steel, namun pengadaan tersebut dilakukan secara melawan hukum. 

“Yang seharusnya MCC CERI melakukan pembangunan sekaligus pembiayaannya namun pada kenyataannya dibiayai oleh konsorsium dalam negeri atau himbara dengan nilai kontrak pembangunan pabrik BFC dengan sistem terima jadi sesuai dengan kontrak awal Rp 4,7 triliun hingga addendum ke-4 membengkak menjadi RP 6,9 triliun,” kata Burhanuddin dalam rilis video press conferencenya di Jakarta, Senin. 

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.