SURABAYA - Direktorat Polisi Air dan Udara (Ditpolairud) Polda Jawa Timur mengungkap dua orang tersangka berinisial AW dan DMJ. Ini lantaran keduanya menyelundupkan 48 ribu benih lobster tujuan Jakarta dan Batam.
"Dua tersangka ini merupakan warga Tulungagung, dan keduanya sudah melakukan distribusi benih lobter berkali kali," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Dirmanto, Kamis, 14 Juli.
Kedua tersangka ditangkap di pintu masuk tol Madiun KM 600 pukul 03.00 WIB, Rabu, 6 Juli 2022. Dari tangan pelaku, polisi menemukan kemasan dalam kantong plastik yang diberi oksigen, ditempatkan di kardus besar dan styrofoam.
"Ilegal Fishing tanpa izin ini membawa mengangkut kemudian mengedarkan benih lobster jenis mutiara sebanyak 6 ribu dan jenis pasir sebanyak 42 ribu. Jika di total negara dirugikan sebesar 10 miliar," katanya.
Sementara Dirpolairud Polda Jatim, Kombes Puji H Wibowo, mengatakan dua tersangka mengaku sudah tiga kali menyelundupkan benih lobster. Total sekitar 101 ribu benih lobster, dengan kerugian negara mencapai Rp20 miliar. "Tersangka ini bisa mendapat keuntungan Rp24 juta," katanya.
BACA JUGA:
Menurut Puji, kedua tersangka ini adalah jaringan ilegal fishing khususnya penyelundupan lobster sindikat Jatim, Jakarta, Jabar, Banten dan Batam. Menurutnya, benih lobster itu akan dibawah ke Jakarta, dan Batam.
"Kami tidak mudah untuk mengungkap jaringan ini, karena pelaku ini rapi. Kita satukan dulu informasi dari masyarakat yang menginformasikan kepada tim satgas kita. Di daerah pantai tulungagung, trenggalek," ujarnya.
Barang bukti yang diamankan benih bening lobster sebanyak kurang lebih 48.000 ekor, terdiri dari jenis pasir sebanyak 42.000 ekor dan jenis mutiara sebanyak 6.000 ekor, tiga HP dan satu unit mobil. Keduanya dijerat Pasal 92 jo pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Undang-Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang PerikananJo Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan Jo Pasal 56 KUHPidana.
"Pasal 92 Ancaman hukuman paling lama delapan tahun penjara, dan denda paling banyak Rp1,5 miliar," katanya.