Epidemiolog Sebut Libur Panjang Bukti Pemerintah Pentingkan Krisis Ekonomi Ketimbang Pandemi
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, menyayangkan sikap pemerintah pusat yang mengambil kebijakan cuti bersama pada tanggal 28 hingga 1 November 2020.

Kebijakan ini, kata dia, membuktikan bahwa pemerintah lebih mementingkan pemulihan krisis ekonomi dibanding penanganan pandemi. Meski upaya tersebut baik, namun menurutnya hal ini belum tepat diterapkan jika kasus COVID-19 masih tinggi.

"Kebijakan ini sama seperti saat Jusuf Kalla masih menjabat sebagai Wakil Presiden RI. Pak JK membuat liburan panjang cuti bersama setelah krisis ekonomi. Tapi, sekarang kan bukan krisis ekonomi namun krisis penyakit. Harusnya tidak usah dikasih liburan," kata Pandu saat dihubungi, Minggu, 1 November.

Kata Pandu, pemerintah semestinya sudah mengetahui bahwa kebijakan libur panjang membuat banyak masyarakat berlibur ke luar kota dan meningkatkan risiko penularan COVID-19 meluas di berbagai daerah.

Namun, cuti bersama tetap diberlakukan. Hal ini, menurut Pandu, buntut dari kesalahan penempatan jabatan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato sebagai Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN).

"Hal ini terjadi karena penanganan pandemi dipimpin oleh Kementerian Perekonomian. Ya, sudah pasti arah utamanya adalah ekonomi, bukan mengatasi pandemi," tutur Pandu.

"Jadi, sebenarnya pemerintah yang menaikkan kasus, bukan masyarakat. Kebijakan pemerintah lah yang mendorong peningkatan kasus," lanjut dia.

Seperti diketahui, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Doni Monardo menyebut kasus positif COVID-19 kerap meningkat di saat libur panjang. Peningkatan kasus COVID-19 saat hari libur menurutnya pernah terjadi saat Idulfitri dan Iduladha.

Menurut dia, meski menjelang libur Idulfitri Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan agar masyarakat tak berpergian ke kampung halaman menjalankan tradisi mudik namun nyatanya masyarakat masih melakukannya.

"Pak Presiden jauh sebelum Idulfitri itu berulang kali memimpin rapat. Akhirnya, keputusan pemerintah adalah tidak ada mudik atau tidak ada kembali ke kampung. Tapi setelah cuti lebaran berakhir, kita lihat ada peningkatan kasus tetapi jumlahnya tidak signifikan," kata Doni.

Begitu juga saat Iduladha. Kepala Badan Penanganan Bencana Nasional (BNPB) ini mengatakan, angka kasus juga kembali meningkat namun tak signifikan.

Namun, kejadian berbeda justru terjadi saat libur panjang yang terjadi pada 23 hingga 26 Agustus lalu. Dari data yang dimilikinya, Doni menyebut pada 1 September terjadi peningkatan kasus hampir di seluruh kota besar di Indonesia.