Faktor Ekonomi Jadi Biang Kerok Tingginya Kekerasan pada Anak dan Perempuan
Staf Ahli Bidang Hubungan Antar- Lembaga KPPPA, Rini Handayani/Foto: Antara

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan masalah ekonomi menjadi salah satu penyebab masih tingginya kekerasan terhadap anak dan perempuan.

"Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga dan lainnya itu penyebab utamanya adalah faktor ekonomi," ujar Staf Ahli Bidang Hubungan Antar- Lembaga KPPPA, Rini Handayani dalam bincang media yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat 24 Juni.

Oleh karena itu, menurutnya, penting untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berperspektif gender.

"Artinya, bagaimana perempuan juga diberikan kesempatan meningkatkan artikulasi dirinya agar memiliki kemampuan meningkatkan kualitas hidupnya," tuturnya.

Sehingga, lanjut dia, pendapatan keluarga bisa meningkat. Dengan keluarga yang kuat dari sisi ekonomi, termasuk sosial dan budaya, diharapkan kasus-kasus kekerasan akan menurun. "Karena banyak kasus kekerasan itu terjadi melalui orang-orang terdekat," ucapnya.

Selain itu, lanjut dia, anak-anak juga akan mendapatkan haknya untuk pendidikan, sehingga angka putus sekolah dan perkawinan anak dapat menurun.

Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengajak seluruh elemen di Indonesia agar menghimpun kekuatan bersama, bergerak, dan memperjuangkan kesetaraan gender untuk menciptakan dunia yang setara bagi perempuan dan laki-laki.

"Hingga saat ini perempuan masih dikategorikan sebagai kelompok rentan yang mengalami stigmatisasi, marginalisasi, kekerasan berbasis gender dan diskriminasi serta ketimpangan dalam mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan yang setara dengan laki-laki. Maka, menjadi tugas kita bersama untuk menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi dan kesenjangan gender bagi perempuan, khususnya di dunia kerja," ujarnya.

Menurut dia, diperlukan kerja keras bersama menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi dan kesenjangan gender guna menciptakan SDM yang unggul dan berdaya saing.

Bintang mengatakan budaya patriarki yang mendarah daging secara turun-temurun di masyarakat merupakan akar masalah dari ketidaksetaraan yang dirasakan oleh perempuan, meskipun UUD 1945 dan berbagai perundang-undangan telah mengamanatkan jaminan perlindungan dan kesetaraan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk perempuan.