PADANG - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, Sumatera Barat (Sumbar) menolak praperadilan yang diajukan Ilham Maulana tersangka kasus dugaan korupsi dana pokok pikiran (pokir) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Padang 2020.
"Menyatakan menolak seluruh gugatan praperadilan yang diajukan oleh pemohon," kata Hakim tunggal Pengadilan Padang Khairuluddin dalam sidang putusan dilansir Antara, Senin, 20 Juni
Ilham Maulana yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Padang sebelumnya mengajukan praperadilan terhadap Kepolisian Resor Kota Padang atas status tersangka yang ditetapkan polisi.
Dalam pertimbangan hakim disebutkan penetapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik Polresta Padang telah sesuai dengan prosedur dan aturan.
Menanggapi putusan tersebut, penasihat hukum Ilham Maulana, Imra Leri Wahyuli Cs, mengatakan pihaknya menunggu salinan putusan pengadilan dan akan berdiskusi dengan kliennya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Padang Kompol Dedy Adriansyah Putra menyambut baik putusan hakim Pengadilan Negeri Padang tersebut.
"Dengan ditolaknya praperadilan ini maka kami akan fokus terhadap proses kasus dugaan penyelewengan dana pokok pikiran tahun anggaran 2020," katanya.
Ia menerangkan proses kasusnya masih dalam tahap penyidikan, dan sekarang penyidik berupaya melengkapi berkas kasus untuk segera diserahkan ke pihak kejaksaan.
Sebelumnya, kasus itu adalah dugaan penyelewengan dana pokir Wakil Ketua DPRD Padang yang telah ditangani Polresta Padang sejak April 2021 berawal dari laporan masyarakat.
Laporan menyebutkan bahwa ada dugaan penyelewengan dana pokir salah seorang legislator di DPRD Padang sehingga dilakukan penyelidikan, penyidikan, hingga Ilham Maulana ditetapkan sebagai tersangka pada Mei 2022.
Dana pokir yang dicairkan sebagai bantuan di tengah pandemi COVID-19 itu menjadi persoalan karena diduga tidak dicairkan sebagaimana mestinya kepada warga penerima.
Ilham Maulana yang ditetapkan sebagai tersangka tidak terima, kemudian mengajukan praperadilan terhadap Polresta Padang.
Pihaknya menilai ada beberapa alasan yang menjadi dasar dalam mengajukan praperadilan seperti ketidak jelasan mekanisme penyidikan perkara.
Penyidik mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yaitu pada 2 Juli 2021 dan 9 Mei 2022 sehingga menimbulkan ketidakjelasan dalam hal penyidikan suatu perkara pidana.
Selain itu, pasal yang disangkakan dalam dua SPDP juga dinilai berbeda, di mana pada surat pertama pasal yang disangkakan adalah 8 Juncto (Jo) 15 Undang-undang 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan pada SPDP kedua yang dikeluarkan pada 9 Mei 2022 pasal sangkaan adalah 12 huruf e Jo pasal 8 Undang-undang 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Kami menilai terdapat mekanisme yang tidak jelas dalam penyidikan perkara serta terdapat keragu-raguan dari termohon (Polresta padang) dalam menerapkan pasal," kata kuasa hukum Ilham Maulana saat membacakan permohonan praperadilan dalam sidang sebelumnya.
Pihak Ilham Maulana juga menilai status tersangka yang ditetapkan oleh pemohon tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana ketentuan KUHAPidana.
Karena itu pihaknya meminta agar hakim yang menyidangkan perkara menyatakan penetapan tersangka terhadap Ilham Maulana tidak sah.
Namun kini permohonan praperadilan yang diajukan Ilham Maulana lewat kuasa hukumnya telah ditolak oleh hakim, dan penetapan tersangka yang dilakukan polisi telah dinyatakan sesuai prosedur.