JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi mencegah Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mardani H Maming. Pencegahan ini berlaku selama enam bulan.
"Betul (dicegah, red) berlaku sejak 16 Juni 2022 sampai dengan 16 Desember 2022," kata Subkoordinator Humas Ditjen Imigrasi Achmad Nur Saleh kepada wartawan, Senin, 20 Juni.
Tak dijelaskan maksud pencegahan ini. Hanya KPK yang mengetahui karena Ditjen Imigrasi tak memberikan keterangan rinci.
Terpisah, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan dugaan suap izin usaha pertambangan sudah masuk tahap penyidikan. Hanya saja, siapa para tersangkanya memang belum diumumkan.
"Secara resmi belum kita umumkan karena seperti yang kawan-kawan tahu kita akan mengumumkan ketika sudah ada upaya paksa penahanan, tujuannya apa? Untuk memberikan kepastian kepada para tersangka," kata Alexander kepada wartawan di gedung ACLC KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin, 20 Juni.
Sebelumnya, Mardani H Maming telah dimintai keterangan oleh penyelidik KPK beberapa waktu lalu. Usai diperiksa, dia mengaku dimintai keterangan terkait permasalahannya dengan pemilik PT Jhonlin Group Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam.
Meski begitu, nama Maming sebenarnya pernah disebut menerima uang sebesar Rp89 miliar dalam persidangan dugaan suap izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu yang digelar di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Dugaan ini disampaikan adik dari mantan Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) Henry Soetio, Christian Soetio. Saat itu, Christian mengaku tahu adanya aliran dana kepada eks Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).
Transfer uang tersebut berlangsung sejak 2014. Jumlah puluhan miliar rupiah itu, disebut sebagai jumlah yang dikutip berdasarkan laporan keuangan PT PCN.