JAKARTA - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) akan segera berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan rasa aman kepada korban dan saksi. Hal itu dilakukan agar korban dan saksi dapat memberikan keterangan tanpa harus takut menjadi pelaku pemberi suap.
"LPSK biasanya akan memberikan perlindungan pengamanan maksimal terhadap saksi korban dugaan Pungli yang diduga pelakunya memiliki posisi atau kekuasaan yang lebih tinggi," kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, Minggu, 19 Juni.
MAKI akan terus mengawal perkara pungli untuk membongkar yang lebih besar.
"Kasus ini sebagai ikhtiar untuk membongkar perkara-perkara pungli yang lebih besar dan meluas," ujarnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada tanggal 17 Juni 2022 telah meningkatkan ke tahap penyidikan terkait laporan dari MAKI atas kasus dugaan pungli oknum pejabat di Kemenkumham khususnya terhadap pejabat Lapas dan Rutan.
MAKI berharap tahap berikutnya berupa pra penuntutan dan atau Penuntutan di Persidangan Pengadilan Negeri Tipikor dapat dipercepat.
"MAKI akan tetap mengawal perkara ini termasuk mencadangkan upaya gugatan praperadilan apabila mangkrak dan berlarut-larut. Perkara ini mestinya bisa cepat prosesnya karena bukti-bukti yang diserahkan adalah kuat dan lebih dari cukup yaitu dugaan adanya bukti transfer uang melalui rekening Bank," katanya.
Pengungkapan perkara dugaan pungli ini juga untuk meningkatkan keberanian korban membuka kasus yang menimpanya.
"Selama ini banyak korban pungli takut membuka kasusnya dikarenakan ancaman bahwa korban akan terkena hukuman penjara dengan konstruksi pemberi suap," tegasnya.
Menurutnya, pelaku pungli biasanya merasa aman karena yakin korban tidak akan berani bongkar perkara, karena akan mudah dipatahkan denga pola korban juga terlibat dengan format pemberi suap.
"Pelaku pungli sudah terlalu sering menutup mulut korban dengan gertakan. Korban biasanya akan mencabut keterangannya apabila mendapat gertakan akan dikenakan status pemberi suap," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum pejabat Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) terhadap pegawai atau pejabat di rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan wilayah Indonesia.
“Maki telah menyampaikan pengaduan masyarakat kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta atas dugaan pemerasan dan atau pungutan liar yang diduga dilakukan oleh GD, mantan eselon III pada Kepegawaian Kemenkumham,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Jakarta, Rabu 14 Juni.
Menurut Boyamin, terduga oknum yang dilaporkan itu, pada saat menjabat eselon III di Kemenkumham diduga melakukan pungutan liar dengan berbagai modus, seperti diduga meminta uang setoran dari pejabat rutan/lapas di Indonesia.
Terduga menawarkan jabatan atau membantu tetap menjabat di tempat semula dengan meminta imbalan sejumlah uang di kalangan pejabat eselon IV lingkungan Kemenkuham.
"Terduga diduga melakukan aksinya dengan menakut-nakuti pegawai apabila tidak mengikuti kemauannya akan dipindah ke daerah terpencil," ujar Boyamin.