JAKARTA - Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak kian marak. Pemerintah juga harus mengarahkan perhatiannya kepada peternakan skala rumahan.
"Di desa-desa, banyak masyarakat yang beternak sapi atau kambing di rumahnya. Peternakan skala rumahan ini juga harus mendapat perhatian dari Pemerintah untuk mengantisipasi penyebaran PMK,” kata Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan, Jumat 17 Juni dalam keterangan tertulis.
Merujuk data dari Kementerian Pertanian (Kementan) per Rabu (15/6), ada 170.018 hewan ternak yang terserang PMK dengan rincian 18 provinsi yang tersebar di 190 kota dan kabupaten. Dari jumlah tersebut, 46.549 hewan dinyatakan sembuh dan 801 ekor mati. Sisanya masih sakit, serta ada juga yang dipotong bersyarat.
Saat ini, Pemerintah sedang berupaya memutus mata rantai penyebaran PMK melalui program vaksinasi untuk hewan-hewan yang belum terpapar PMK. Daniel meminta, vaksinasi juga menyasar sapi atau kambing yang diternak warga di rumahnya.
“Vaksinasi di peternakan besar memang sangat penting dilakukan. Tapi kita tidak boleh melupakan peternak skala kecil. Karena di desa-desa, sapi atau kambing adalah investasi kehidupan rakyat,” ucapnya.
“Suku Dinas Pertanian harus masuk ke desa-desa. Lakukan pengecekan dan vaksinasi terhadap sapi ternak warga. Segera lakukan pengobatan apabila ditemukan ada sapi yang sakit,” imbuh Daniel.
Lebih lanjut, Komisi IV yang membidangi urusan pertanian dan peternakan tersebut meminta Pemerintah melakukan sosialisasi serta edukasi hingga tingkat bawah. Menurut Daniel, penyebaran PMK sudah banyak membuat masyarakat ketakutan.
“Kasihan warga kalau sampai sapi-sapi yang menjadi investasi kehidupan mereka mati akibat kurangannya antisipasi dan penanganan. PMK jangan sampai merugikan rakyat kecil,” sebutnya.
BACA JUGA:
Di sisi lain, Daniel berharap adanya percepatan program vaksinasi untuk hewan ternak. Indonesia sendiri masih harus mengimpor vaksin PMK dari negara lain, sementara jumlah vaksin yang dibutuhkan untuk melawan penyakit ini minimal 80% dari populasi terjangkit.
“Maka kami mendorong Pemerintah, dalam hal ini Kementan agar bekerja sama dengan lembaga penelitian, akademisi hingga pihak swasta untuk mengembangkan vaksin PMK sehingga kita tidak perlu lagi tergantung dengan negara lain,” ungkap Daniel.
Legislator dari Dapil Kalimantan Barat I itu juga mengingatkan Kementan untuk melakukan koordinasi dengan kementerian/instansi terkait lain dalam penanganan PMK. Daniel menyebut, penyebaran PMK dapat berdampak terhadap produksi turunan sapi yang pastinya mempengaruhi perekonomian daerah maupun nasional.
“Contohnya seperti produksi susu atau daging kemasan. Kita harus pikirkan bagaimana solusi terbaik karena tentunya PMK membuat hasil produksi turunan sapi juga menurun. Harus disiapkan langkah darurat apabila masalah PMK sudah semakin besar,” jelasnya.
Daniel menambahkan, Pemerintah perlu mempertimbangkan langkah stamping out atau pemusnahan hewan yang terjangkit untuk memutus mata rantai penyebaran PMK. Apalagi sebentar lagi hari raya Idul Adha segera tiba.
“Berbarengan dengan percepatan vaksinasi, stamping out bisa menjadi salah satu upaya tambahan dalam menghentikan penyebaran virus yang menyebabkan PMK jelang Idul Adha,” tutur Daniel.
Meski begitu, Pemerintah diminta untuk memberikan kompensasi bagi warga pemilik ternak yang dimusnahkan. Daniel menilai, stamping out juga akan menenangkan kekhawatiran warga yang hendak berkurban saat Idul Adha nanti.
“Teman-teman umat Muslim saya rasa akan lebih tenang jika mengetahui tidak ada lagi hewan ternak yang terjangkit PMK. Tapi pemilik sapi yang dipotong harus menerima ganti rugi dari Pemerintah sehingga tidak mengalami kerugiaan,” tegasnya.
Daniel mengatakan, PMK pada ternak harus cepat diatasi karena penyebaran penyakit itu telah menbuat harga hewan ternak anjlok, khususnya di daerah penghasil sapi. Ia juga menilai pemusnahan hewan ternak yang terkena PMK akan menghentikan kerugian yang lebih besar.
“Kalau PMK tidak cepat diselesaikan, efek dominonya akan banyak. Ini justru akan merugikan perekonomian nasional di tengah upaya Pemerintah melakukan pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19,” urai Daniel.
Distribusi hewan dikhawatirkan juga menyebabkan peternak kewalahan, apalagi dengan adanya pembatasan lalu lintas sapi atau lockdown dari daerah yang terpapar PMK. Daniel mengatakan, banyak peternak yang gelisah akibat sapi miliknya masih terkatung-katung di pelabuhan akibat kebijakan tersebut.
“Perdagangan di internal wilayah akan lesu jika masalah PMK berkepanjangan. Sekarang muncul fenomena para blantik atau pembeli ternak yang menawar dan membeli sapi dengan harga murah sehingga membuat peternak merugi. Ini harus jadi perhatian bersama,” tutupnya.