JAKARTA - Organisasi Khilafatul Muslimin disebut memiliki yayasan atau lembaga pendidikan. Setidaknya, ada 31 sekolah yang mengajarkan paham khilafah dan tak sesuai dengan sistem pendidikan nasional.
"Mereka memiliki 25 pondok pesantren, sementara ya. Tetapi, apabila dihitung unitnya karena ada tingkatannya, yaitu terdiri dari 31," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi kepada wartawan, Kamis, 16 Juni.
Puluhan sekolah milik organisasi itu mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) hingga perguruan tinggi atau universitas. Sekolah itupun tak menerapkan sistem pendidikan nasional. Artinya, mereka memiliki kurikulum tersendiri.
Tetapi, kurikulum yang diterapkan dianggap menyalahi aturan. Sebab, tak mengajarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
"Sekolah-sekolah ini berbasis khilafah dan tak pernah mengajarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945," ungkapnya.
Selain itu, para siswa yang mejalani pendidikan di sekolah itu hanya boleh taat kepada Khalifah yakni Abdul Qadir Hasan Baraja. Sementara tidak diwajibkan menaati aturan lainnya atau kepada pemerintah yang sah.
"Kemudian juga diajarkan disini bahwa sistem yang dikenal adalah khilafah. Di luar khilafah adalag thogut, atau setan, iblis," ucap Hengki.
Dalam tahap pembelajaran pun dinilai tak sesuai. Sebab, organisasi ini hanya menerapkan waktu yang singkat dalam proses pembelajaran
Hengki mencontohkan, untuk sekolah dasar (SD) hanya memerlukan waktu belajar selama 3 tahun. Bahkan, untuk tingkat universitas hanya dua tahun.
"Mereka memiliki sekolah dari SD 3 tahun, SMP 2 tahun, SMA 2 tahun dan 2 tahun untuk universitas," kata Hengki.
BACA JUGA:
Adapun, terungkapnya pola pendidikan organisasi Khilafatul Muslimin setelah tertangkapnya AS. Dia ditangkap di daerah Mojokerto, pada Senin, 13 Juni, dini hari atau pukul 00.30 WIB.
Dari pemeriksaan sementara, AS disebut berperan sebagai menteri pendidikan di Khilafatul Muslimin. Kemudian, dia juga ikut menyebar atau mendoktrin ideologi khilafah.