JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyebut Koalisi Indonesia Baru (KIB) layaknya perkumpulan yang ada di pos ronda. Golkar, PAN, dan PPP yang tergabung dalam koalisi itu juga dinilainya tak punya konsep politik yang jelas.
Awalnya, Fahri mengatakan KIB tidak konsisten karena ketiga partai itu awalnya mengaku belum membicarkan tokoh politik yang akan diusung dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Tapi, di sisi lain, partai tersebut telah mengusung ketua umumnya sebagai calon presiden.
"Ada partai yang sudah menetapkan calon. Oh, menurut kongres kami, ketua umum kami harus jadi presiden. Lah kacau. Kenapa kacau, karena memang enggak ada sistemnya," kata Fahri kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 7 Juni.
"Itu yang saya bilang kadang elite itu ngumpul-ngumpul enggak pakai akal, enggak pakai konsep, cuma kayak orang ngumpul-ngumpul di pos ronda kan enggak boleh begitu," imbuhnya.
Menurutnya, daripada memikirkan koalisi, para elite politik harusnya lebih serius memikirkan masyarakat. Lagipula, Fahri bilang, kata koalisi dianggap tak ada dalam sistem presidensial yang digunakan Indonesia.
Koalisi, sambung dia, harusnya hanya digunakan dalam sistem parlementer.
"Jadi saya kira elite kita ada semacam kekurangan memahami sistem kita ini. Bahwa tidak ada yang namanya koalisi di dalam sistem presidensial ini," ujar eks politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
BACA JUGA:
Fahri juga mengatakan partai harusnya bersikap oposisi terhadap pemerintah yang berjalan. "Sebenarnya tidak boleh berkoalisi di dalam sistem presidensial. Sebab itu artinya persekongkolan," ungkapnya.
Dia juga mendorong presidential thresold atau ambang batas pencalonan presiden nol persen. Tujuannya, agar tak ada koalisi dan setiap ketua umum partai politik di Tanah Air bisa maju.
"Enggak perlu ada koalisi. Harusnya ketua umum berani maju menjadi calon presiden. Ngomong ke rakyat bahwa yang mau jadi presiden saya," pungkas Fahri.