Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga terjadi kesepakatan antara eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dengan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung, Tbk, Oon Nusihono.

Hal ini bertujuan untuk mengawal permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedathon di kawasan Malioboro.

Dugaan ini disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang menyebut anak perusahaan PT Summarecon Agung, PT Java Orient Property mengajukan permonan IMB untuk membangun Apartemen Royal Kedathon di kawasan yang masuk wilayah cagar budaya.

"Diduga ada kesepakatan antara ON dan HS antara lain HS berkomitmen akan selalu mengawal permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB," kata Alexander dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 3 Juni.

Hanya saja, kesepakatan ini bukan hanya begitu saja terjadi. Sebab, Oon diharuskan memberi uang selama proses pengurusan izin berlangsung.

Apalagi, dalam hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ada beberapa syarat yang tidak terpenuhi.

"Di antaranya terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan, khususnya tekait tinggi bangunan dan posisi derat kemiringan bangunan dari ruas jalan," jelas Alexander.

Ada pun uang yang diduga diberikan ON kepada HS melalui Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Hariyadi, Triyanto Budi Yuwono serta Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana mencapai Rp50 juta.

"HS yang mengetahui ada kendala tersebut, kemudian menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodir permohonan ON dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan," ungkapnya.

Setelah terbit IMB pada Kamis, 2 Juni lalu, Oon kemudian datang ke Yogyakarta untuk bertemu di rumah dinas Haryadi. Dari pertemuan itu, kemudian dia menyerahkan uang sejumlah 27.258 dolar Amerika Serikat dalam sebuah tas kertas atau goodie bag berwarna cokelat.

Uang ini yang kemudian disita oleh penyidik sebagai bukti dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang kemudian menjerat Hariyadi.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Hariyadi bersama dua anak buahnya yaitu Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana dan Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Hariyadi, Triyanto Budi Yuwono.

Akibat perbuatannya, mereka disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara selaku pemberi, Oon disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.