Bagikan:

YOGYAKARTA - Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Daerah Istimewa Yogyakarta menggencarkan pembentukan tim intervensi berbasis masyarakat (IBM) di tingkat desa untuk menekan pengguna narkoba di provinsi ini.

"Kami berharap setiap tahun jumlah kader IBM bertambah," kata Koordinator Bidang Rehabilitasi BNN DIY Windy Elfasari di Yogyakarta, Senin 30 Mei.

Menurut Windy, pembentukan kader IBM seiring dengan pelaksanaan program Desa Bersih Narkoba (Bersinar).

Di Kota Yogyakarta, IBM antara lain terbentuk di Kelurahan Brontokusuman, Keparakan, Tegalrejo, dan Bener. Berikutnya di Desa Wonosari (Gunung Kidul), Wates dan Jatisarono (Kulon Progo), Banguntapan dan Mulyodadi (Bantul), serta Condongcatur, Wedomartani, dan Banyuraden (Sleman).

"Kami memberdayakan masyarakat dan membimbing masyarakat supaya mereka memiliki agen pemulihan sehingga bisa mendorong rehabilitasi kepada pengguna narkoba minimal yang belum jadi pecandu," kata dia dikutip Antara.

Kader IBM, kata Windy, juga bertugas mengedukasi masyarakat agar tidak mengucilkan para pengguna narkoba di lingkungan masing-masing.

Dengan edukasi tersebut, dia berharap masyarakat atau keluarga mampu memosisikan pengguna narkoba layaknya orang yang sakit dan segera mendapat pertolongan.

"Membentuk pola pikir masyarakat bahwa mereka perlu dibantu, bukan justru dikucilkan atau dianggap sampah," kata dia.

Meski belum mencakup seluruh desa, menurut Windy, keberadaan IBM cukup membantu program rehabilitasi yang digalakkan BNNP DIY.

Selama Triwulan I 2022, dia mencatat 664 pengguna narkotika dan obat-obatan terlarang di DIY mengakses layanan rehabilitasi.

Prevalensi pengguna narkoba di DIY mengacu penelitian yang dilakukan BNN secara periodik pada tahun 2019 mencapai 2,30 persen atau sebanyak 18.082 orang dari jumlah penduduk.

Kendala program rehabilitasi, kata dia, dipicu kurangnya informasi para penggunanya serta masih rendahnya kepedulian keluarga.

Selain itu, tidak sedikit para pengguna maupun pecandu narkoba yang beranggapan bahwa inisiatif wajib lapor serta mengakses rehabilitasi bakal berujung pada proses hukum.

Padahal, kata dia, selain gratis, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah menjamin bahwa pengguna narkotika yang menjalani rehabilitasi dipastikan bebas dari jeratan hukum.

"Terkadang pecandu, apalagi pengguna, kalau baru sekali pakai merasa belum bermasalah sehingga belum merasa perlu rehabilitasi," ujar dia.