Bagikan:

BANDA ACEH - Jaksa Penuntut Umum menuntut dua rekanan Dinas Peternakan Aceh yang menjadi terdakwa tindak pidana korupsi pengadaan sapi senilai Rp3,4 miliar dengan masing-masing hukuman delapan tahun enam bulan penjara.

Tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zilzaliana dan kawan-kawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh di Banda Aceh, dilansir Antara, Senin, 23 Mei.

Sidang dengan majelis hakim diketuai Nani Sukmawati serta didampingi Sadri dan Dedi masing-masing sebagai hakim anggota. Para terdakwa hadir ke ruang sidang didampingi Zulfan, M Nasir, dan Desi Amalia masing-masing sebagai penasihat hukum.

Adapun dua rekanan tersebut, yakni terdakwa Kuswandi selaku Direktur CV Menara Company, perusahaan pemenang tender pengadaan sapi dan terdakwa Surya selaku pelaksana lapangan CV Menara Company.

Selain menuntut pidana penjara, JPU menuntut kedua terdakwa membayar denda masing-masing sebesar Rp300 juta dengan subsider enam bulan penjara.

Selain itu, JPU menuntut kedua terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara Rp1,236 miliar. Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa disita untuk membayar kerugian negara

"Perbuatan para terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP," kata JPU

JPU mengatakan Pemerintah Aceh melalui Dinas Peternakan melakukan pengadaan 225 ekor sapi dengan anggaran mencapai Rp3,4 miliar pada tahun anggaran 2017.

Namun dalam pelaksanaannya, pengadaan sapi tidak sesuai kontrak kerja. Dalam kontrak, pengadaan sapi harus berasal dari tempat pembibitan yang memenuhi syarat, sehat, dan lainnya.

"Bahkan, sapi-sapi yang dibeli tidak dilengkapi sertifikasi. Sapi-sapi tersebut dibeli bukan dari tempat pembibitan sesuai kontrak kerja. Semua itu disampaikan sejumlah saksi dan ahli dalam persidangan," kata JPU.

Akibat perbuatan para terdakwa, kata JPU, negara dirugikan mencapai Rp1,236 miliar. Kerugian negara tersebut berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh.

Sebelum mengajukan tuntutan, JPU mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan. Hal memberatkan, perbuatan kedua terdakwa menarik perhatian masyarakat. Kedua terdakwa tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.

"Sedangkan hal meringankan belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan menyesali perbuatannya," kata JPU.

Atas tuntutan tersebut, penasihat hukum terdakwa Zulfan dan kawan-kawan akan mengajukan nota pembelaan. Majelis hakim melanjutkan sidang pada 27 Mei 2022 dengan agenda mendengarkan nota pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya.