Bagikan:

JAKARTA - Tiga nama kandidat calon presiden, Ganjar Pranowo; Anies Baswedan dan Prabowo Subianto masih menjadi 'Top Three' dalam hasil survei nasional terbaru lembaga survei Indo Riset. Persaingan ketiganya sangat sengit sehingga susah diprediksi siapa yang akan memenangkan kontestasi jika bertarung pada Pilpres 2024.

Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, menilai ada tiga faktor yang menentukan kemenangan atau dinamika kontestasi terhadap nama-nama kandidat, baik capres maupun cawapres. Pertama, siapa figur yang mendapatkan legitimasi khalayak pasti akan dipertimbangkan sebagai modal elektoral.

"Figur ini di fase kemunculan akan melakukan kerja komunikasi politik untuk mengerek elektabilitas maupun popularitas. Jadi soal figur ini turut menentukan," ujar Gun Gun dalam diskusi bertajuk Pemilu 2024: Potensi Pilpres Dua Putaran secara daring, Kamis, 19 Mei.

Kedua, yakni konstelasi di internal dan eksternal partai politik. Misalnya di PDIP, penentuan kandidat di internal belum tuntas. Pun di partai lain, menurut Gun Gun, belum ada kejutan baik di Golkar, NasDem atau PKS termasuk juga PPP.

"Di internal sendiri dinamika selalu ada. Belum lagi di eksternal, pasti ada aksi reaksi dengan partai lain. Misal NasDem yang akan mengerucutkan nama kandidat dan men-declare nama itu. Apakah berhubungan dengan partai lain atau tidak," jelasnya.

Ketiga, menyangkut penerimaan publik atau acceptment public. Misalnya the big three yaitu Prabowo, Anies, Ganjar mungkin akan ada dinamika kontekstual.

"Kalau saya membaca untuk sampai pada proses selesainya mekanisme kandidasi ini, jalan akan panjang dan terjal," kata Gun Gun.

Lebih lanjut, Gun Gun menilai, ada beberapa tahap kandidasi. Tahap pertama, adalah tahap kemunculan untuk belanja nama kandidat siapa yang paling disukai publik.

"Kedua, tahap nominasi. Itu juga belum tentu mulus. Proses nominasi ini memunculkan sejumlah opsi skema kandidasi. Meskipun kandidasi seringkali punya misteri karena kerap kali melibatkan kuasa ekonomi dan politik," jelasnya.

"Termasuk di injury time bukan hanya capres tapi cawapres. Mungkin masih ingat penunjukan Ma'ruf Amin di injury time kemudian Mahfud harus ter-cancel dari pasangan calon karena ada beberapa faktor," sambungnya.

Tahap terakhir, adalah election atau elektabilitas kandidat itu sendiri untuk dipertimbangkan sebagai calon. Misal ditawarkan ke khalayak, didaftarkan secara resmi dan mengikuti proses tahapan pemilu dari kampanye sampai hari H pencoblosan.

"Paling tidak dari pendekatan terpola itu ada tiga faktor mempengaruhi proses kandidasi jadi kompleks. Pertama skema keuntungan yang di dapat parpol. Skema ini adalah pengubah konfigurasi," katanya.

"Kedua biaya masuk gelanggang pertarungan. Masalahnya politik kita high cost. Tidak menutup mata ada basis kekuatan ekonomi, sering kali jadi invisible hand yang signifikan sekali pengaruhnya. Kekuatan ekonomi dibalik pencapresan ini menarik dan biasanya tidak tercover dari survei persepsi," lanjutnya.

Ketiga, adalah konteks dinamika figur. Menurut Gun Gun, sekarang ini masih terlalu prematur untuk mengatakan bahwa calon A pasti akan menjadi champion alias juara.

"Jangan kan menuju ke sana, bicara paket pasangan saja kita hati-hati karena dinamika sangat cair dan proses ditentukan oleh situasi faktual yang berkembang. Siapa the real kandidat yang punya market elektoral, atau ceruk pasar dalam sebuah persaingan jelang 2024," tandasnya.

Sebelumnya, Lembaga survei Indo Riset merilis hasil survei tingkat elektabilitas kandidat capres. Dari simulasi 7 nama, Gubernur Jawa Tengah muncul sebagai juara dengan hasil survei 27,4 persen.

"Disusul Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto 25,5 persen, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 21, 0 persen," ujar pemapar Indo Riset Roki Arbi dalam rilis survei melalui daring, Kamis, 19 Mei.

Keempat, ada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil 5,4 persen, kelima Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono 5,0 persen, keenam Menparekraf Sandiaga Uno 4,8 persen, ketujuh Ketua DPR Puan Maharani 1,3 persen.