Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI memeriksa lima auditor dari Direktorat Jenderal Bea Cukai sebagai saksi perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan fasilitas kawasan berikat Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Emas.

Kelima saksi yang diperiksa pada hari Selasa, yakni TS, FI, TJY, S, dan FKT. Kelimanya diperiksa karena ada keterkaitan dengan PT Hyupseung Garment Indonesia (PT HGI) pada tahun 2017.

"TS selaku auditor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diperiksa karena saksi pernah menjadi auditor PT Hyupseung Garment Indonesia (PT HGI) pada tahun 2017," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapus Penkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, dilansir Antara, Selasa, 19 Mei.

FI selaku auditor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diperiksa karena saksi pernah menjadi pengawas mutu audit PT HGI pada tahun 2017.

Saksi berikutnya, TJY selaku auditor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diperiksa karena saksi pernah menjadi pengendali teknis audit PT HGI pada tahun 2017.

"Saksi S selaku auditor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diperiksa karena saksi pernah menjadi Ketua Auditor PT HGI pada tahun 2017," kata Ketut.

Saksi lainnya, FKT selaku auditor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diperiksa karena saksi menjadi auditor PT HGI pada tahun 2017.

Selain kelima auditor, penyidik memeriksa satu saksi lainnya berinisial WEP selaku Staf Pegawai KPPBC TMP A Semarang pada tahun 2017.

"WEP diperiksa terkait dengan pencairan jaminan custom bond PT HGI sejak 2015 sampai dengan 2017 untuk membuktikan jumlah kerugian keuangan Negara," kata Ketut.

Pemeriksaan saksi untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan fasilitas Kawasan Berikat dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) pada Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Emas pada tahun 2015 sampai dengan 2021.

Dalam perkara ini, penyidik menetapkan empat orang tersangka, tiga orang dari instansi Bea dan Cukai dan seorang dari pihak swasta.

Keempat tersangka tersebut adalah MRP selaku Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Semarang dan juga selaku penyidik PPNS Bea Cukai, IP selaku Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Semarang, H selaku Kepala Seksi Intelijen Kanwil Bea dan Cukai Jawa Tengah, dan satu tersangka dari swasta berinisial LGH.

Peran tersangka LGH dalam kasus itu adalah memiliki akses ke perusahaan dan pabrik tekstil di Tiongkok serta menerima orderan bahan baku tekstil dari beberapa pembeli di dalam negeri.

Untuk mengimpor bahan baku tekstil, tersangka LGH menggunakan fasilitas Kawasan Berikat PT HGI dengan Direktur PS, dan mendapatkan pembebasan bea masuk dan pajak lainnya atas impor tekstil.

Tersangka LGH mengimpor bahan baku tekstil dari Pelabuhan Tanjung Emas dan Tanjung Priok sejumlah 180 kontainer dari Tiongkok.

Bahan baku tekstil yang masuk Kawasan Berikat PT HGI tidak diproduksi dan tidak diekspor. Namun, tersangka LGH bersama tersangka IP, tersangka MRP, dan tersangka H menjual bahan baku tersebut di dalam negeri.

Tersangka IP dan tersangka MRP menerima sejumlah uang dari tersangka LGH, sedangkan tersangka H menerima uang sebesar Rp2 miliar dari tersangka LGH untuk pengurusan penyelesaian penegahan dua kontainer dan kemudahan reekspor.

Perbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan kerugian negara yang besarannya masih dalam penghitungan tim penyidik dan ahli.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a subsider huruf b lebih subsider Pasal 13 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.