136 Dokter Meninggal Akibat COVID-19, IDI: Ini Adalah Situasi Krisis
Ilustrasi (Foto: Wardhani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Jumlah tenaga kesehatan, khususnya dokter yang meninggal terus bertambah di tengah pandemi COVID-19. Laporan Tim Mitigasi Pengurus Besar (PB) IDI menyebut, 136 dokter yang meninggal dunia akibat COVID-19.

Tim tersebut memaparkan, pada Oktober ini sudah ada sembilan dokter yang meninggal dunia dan per pekan ini sudah ada empat dokter yang meninggal dunia akibat terpapar COVID-19. 

Adapun dokter yang meninggal itu terdiri dari 71 dokter umum yang empat di antaranya guru besar, dan 63 dokter spesialis termasuk lima guru besar, serta dua residen yang berasal dari 18 IDI provinsi dan 66 IDI cabang kota/kabupaten.

Tim mitigasi mencatat, provinsi Jawa Timur menjadi daerah penyumbang paling banyak kematian dokter. Dimana ada 32 dokter meninggal akibat COVID-19.

Selanjutnya adalah Provinsi Sumatera Utara Utara 23 dokter, DKI Jakarta 19 dokter, Jawa Barat 12 dokter, Jawa Tengah sembilan dokter, Sulawesi Selatan enam dokter, Bali lima dokter.

Kemudian Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, Riau dan DI Aceh masing-masing empat dokter serta Kalimantan Timur tiga dokter.

Berikutnya, Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, serta Banten mencatatkan jumlah dokter meninggal masing-masing dua orang dan Papua Barat satu dokter.

Dengan terus bertambahnya dokter yang meninggal Wakil Ketua Tim Mitigasi PB IDI Ari Kusuma Januarto menyebut hal ini sangat mengkhawatirkan. Bahkan, dia menyebut kematian tenaga kesehatan terutama dokter yang terus bertambah mengindikasikan situasi krisis dalam pelayanan kesehatan.

"Ini adalah situasi krisis dalam pelayanan kesehatan saat ini. Setiap tenaga medis dan tenaga kesehatan memiliki hak untuk merasa aman di tempat kerjanya," katanya seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis, 15 Oktober.

Untuk mencegah terus bertambahnya angka kematian tenaga kesehatan, Ari menyebut pemerintah dan masyarakat harus bekerjasama untuk menerapkan protokol kesehatan secara disiplin. 

Sementara Ketua Tim Pedoman dan Protokol Kesehatan dari Tim Mitigasi PB IDI  Eka Ginanjar menyebut sampai saat ini, masih banyak masyarakat yang setengah hati dalam menjalankan protokol kesehatan. 

Padahal dalam kondisi seperti sekarang ini, semua pihak harusnya mewaspadai orang yang terinfeksi COVID-19 namun tak bergejala atau hanya bergejala ringan.

"Orang yang merasa baik-baik saja padahal sebenarnya membawa virus ini, biasanya belum pernah melakukan testing COVID-19, kemudian melakukan aktifitas diluar rumah dengan mengabaikan protokol kesehatan, dan lalu menularkannya pada orang lain yang rentan," ungkap Eka.

Dia juga mengingatkan masyarakat yang punya gejala flu dan batuk juga harusnya tidak menganggap sepele penyakit mereka meski bergejala ringan.

Lebih lanjut, dirinya menyebut hingga vaksin COVID-19 ditemukan, pencegahan yang paling manjur adalah melaksanakan protokol kesehatan.

"Bukan hanya untuk keselamatan Anda sendiri, dan tetapi juga untuk orang disekitar Anda, orang-orang yang Anda sayangi, kerabat, teman kerja dan masyarakat secara luas," ungkapnya.

"Hindari keluar rumah ataupun berkumpul dan segera lakukan testing. Dalam banyak hal, orang-orang masih sulit mempercayai keberadaan COVID-19 saat ini," tutup Eka.