JAKARTA - Sri Lanka mencabut aturan jam malam pada Sabtu ketika Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe berusaha membentuk pemerintahan.
Langkah itu diambil perdana menteri baru tersebut setelah terjadi bentrokan dengan kelompok anti pemerintah yang menewaskan sembilan orang.
Dilansir Antara, Sabtu, 14 Mei, aksi unjuk rasa damai menentang pemerintah yang berlangsung lebih dari sebulan berubah menjadi kekerasan pekan ini setelah para pendukung mantan PM Mahinda Rajapaksa menyerbu kamp demonstran anti pemerintah di ibu kota Kolombo. Mereka membakar tenda dan bentrok dengan demonstran.
Bentrokan dan pembalasan terhadap tokoh-tokoh pemerintahan juga menyebabkan 300 orang terluka.
Pemerintah mencabut jam malam dari pukul 06.00 pagi (07.30 WIB) hingga 18.00 pada Sabtu. Jam malam selama 24 jam pada Senin telah dicabut selama beberapa jam pada Kamis dan Jumat agar masyarakat bisa membeli kebutuhan pokok.
Rajapaksa mengundurkan diri setelah kekerasan meruak pada Senin, sedangkan adik lelakinya, Gotabaya Rajapaksa, masih menjabat sebagai presiden.
Sri Lanka yang terhantam keras oleh pandemi, lonjakan harga minyak dan pemangkasan pajak oleh pemerintah yang populis, berada dalam krisis ekonomi terburuk sejak merdeka dari Inggris pada 1948.
Cadangan devisa negara itu telah menyusut, inflasi tak terkendali dan kelangkaan bahan bakar telah memicu protes jalanan oleh ribuan orang.
BACA JUGA:
Wickremesinghe, yang sebelumnya pernah menjadi perdana menteri empat kali, ditunjuk kembali pada Kamis. Pria berusia 73 tahun itu diperkirakan akan mulai menunjuk menteri-menteri sebelum sidang parlemen pada Selasa.
Wickremesinghe adalah satu-satunya anggota parlemen dari Partai Nasional Bersatu dan akan sangat bergantung pada partai-partai lain untuk membentuk pemerintah koalisi. Partai keluarga Rajapaksa, Sri Lanka Podujana Peramuna, telah berjanji untuk mendukungnya.
Kelompok oposisi utama menolak memberikan dukungan, tapi beberapa partai kecil mengatakan mereka akan mendukung kebijakan perdana menteri baru untuk menstabilkan ekonomi.