Bagikan:

JAKARTA - Konten lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) yang disiarkan di YouTube Deddy Corbuzier banjir kecaman publik. Hingga ada usul terkait aturan hukum bagi praktik LGBT lantaran dilarang di Indonesia. 

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKB Jazilul Fawaid menilai payung hukum untuk mengatur perilaku LGBT belum mendesak.

"Memang belum ada aturan hukum khusus tentang LGBT. Namun belum mendesak untuk dibuat payung hukumnya. Biarlah budaya dan pendidikan yang menghalau perilaku tersebut," ujar Jazilul kepada wartawan, Rabu, 11 Mei. 

Meski demikian, Wakil Ketua MPR ini mengatakan, perilaku LGBT bertentangan dengan etika dan moral bangsa. Menurut Jazilul, siapapun yang menunjukkan dan menyiarkan konten LGBT akan berhadapan dengan masyarakat.

"Hemat kami, perilaku LGBT bertentangan etika, moral, budaya Indonesia, bahkan dianggap perilaku menyimpang. Karena itu, Siapapun yang menunjukkan dan menyiarkan perilaku LGBT akan berhadapan dengan mayoritas masyarakat," kata Waketum PKB itu. 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mendorong DPR membuat undang-undang yang melarang praktik lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) serta zina. Bahkan, dia mengusulkan aturan terkait hal itu sejak 2017 silam.

Mahfud mengusulkan agar nilai moral keagamaan masuk ke dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Namun kata dia, usul tersebut belum diterima sebagai hukum hingga sekarang.

"Itu usul kepada DPR yang waktu itu (2017) ribut soal pidana zina dan LGBT. Itu nilai-nilai moral keagamaan yang kita usulkan ke KUHP. Tapi hingga sekarang usul itu belum diterima sebagai hukum dan baru berlaku sebagai kaidah agama dan moral," ujar Mahfud lewat Twitter pribadinya, Rabu, 11 Mei. 

Oleh karena itu, menurut Mahfud, kelompok LGBT maupun pihak yang menyiarkan tayangan belum dilarang oleh hukum di Indonesia.

"Mau dijerat dengan UU nomor berapa Deddy dan pelaku LGBT? Nilai-nilai Pancasila itu belum semua menjadi hukum. Nah LGBT dan penyiarnya itu belum dilarang oleh hukum. Jadi ini bukan kasus hukum," kata Mahfud.

Mahfud menjelaskan berdasarkan asas legalitas seseorang dapat dijerat sanksi hukum jika sudah ada produk hukumnya. Jika belum ada produk hukum, kata dia, maka sanksinya sekadar sanksi otonom atau sanksi moral.

"Seperti caci maki publik, pengucilan, malu, merasa berdosa dan lainnya. Sanksi otonom adalah sanksi moral dan sosial. Banyak ajaran agama yang belum menjadi hukum," katanya.

Mahfud lantas menyoroti soal Pasal 292 KUHP tentang pencabulan. Menurutnya, pasal itu hanya mengatur soal larangan homoseksual atau lesbian antara orang dewasa dan anak-anak.

Pasal 292 KUHP berbunyi "Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun".

"Kalau lesbi/homo sesama orang dewasa apa ancaman hukumannya? Tidak ada, kan? Kalau kita menghukum tanpa ada ancaman hukumnya lebih dulu berarti melanggar asas legalitas, bisa sewenang-wenang. Makanya ber-Pancasila bukan hanya berhukum, tapi juga bermoral," pungkasnya.