JAKARTA - Pengadilan Singapura memutuskan sebuah perkara yang terbilang unik. Ketika seorang ayah ingin anaknya yang berusia 16 tahun divaksinasi tetapi mantan istrinya menentang.
Akhirnya pengadilan telah memutuskan mendukung seorang pria yang ingin putrinya yang berusia 16 tahun divaksinasi, seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa 26 April.
Namun, ayah dari remaja tersebut diperintah untuk membayar biaya pengadilan mantan istrinya sebesar S$2.000 karena ia mengizinkan putri mereka mendapatkan suntikan COVID-19 pertamanya saat proses pengadilan sedang berlangsung.
Hakim Distrik Kenneth Yap memberikan bobot penuh pada preferensi anak untuk divaksinasi. Katanya dia mengambil keputusannya dengan cara yang masuk akal.
Sang ayah, 49 tahun, adalah warga negara Inggris dan penduduk tetap Singapura. Sedangkan ibu dari anak tersebut adalah warga negara Singapura berusia 53 tahun.
Mereka menikah pada tahun 2003 dan memiliki anak perempuan pada tahun 2005. Pria itu berhasil mengajukan gugatan cerai pada tahun 2015, dan sejak itu menikah lagi.
BACA JUGA:
Putri mereka sekarang berusia 16 tahun dan belajar di Singapura, dan orang tuanya memiliki hak asuh bersama atas dirinya. Menurut ayahnya, tidak ada masalah dalam pengaturan perawatannya sampai masalah apakah remaja tersebut harus menerima vaksin COVID-19.
Ayah gadis itu mengajukan permohonan ke Pengadilan Keadilan Keluarga pada bulan Oktober, mencari putusan agar anaknya menerima vaksin COVID-19 sesuai keinginannya.
Sang ayah berpikir itulah keputusan terbaik putrinya, terutama mengingat kebijakan pemerintah untuk hidup dengan virus dan peningkatan jumlah kasus COVID-19 di Singapura saat itu.
Pria yang diwakili pengacara Chung Ting Fai itu memamerkan berbagai artikel berita dan imbauan dari instansi pemerintah bahwa vaksin COVID-19 aman digunakan pada remaja.
Chung Ting Fai bilang, putri kliennya itu sendiri yang ingin divaksinasi sambil melampirkan catatan tulisan tangan tentang ingin disuntik karena dua alasan: Untuk mencegah dirinya jatuh sakit parah jika dia tertular virus, dan untuk bersosialisasi dengan teman-temannya serta bepergian ke luar negeri mengunjungi kakek dan neneknya.
Gadis itu juga dinyatakan sehat secara medis untuk melanjutkan dengan vaksin, tanpa reaksi alergi sebelumnya terhadap vaksin atau obat-obatan atau kondisi medis yang mencegahnya untuk meminumnya.
Sang ibu berpendapat bahwa persetujuan orang tua bersama diperlukan bagi putri mereka untuk menerima tusukan, karena dia berusia di bawah 21 tahun, dan tidak ada dasar bagi mantan suaminya untuk mengizinkan anak tersebut membuat keputusannya sendiri dalam hal ini.