Bagikan:

JAKARA - Ketua Tim Mitigasi PB IDI M. Adib Khumaidi mengatakan, aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, berpotensi menjadi klaster penyebaran COVID-19.

Sebab, peristiwa tersebut mempertemukan ribuan, bahkan puluhan ribu orang yang sebagian besar tidak hanya mengabaikan jarak fisik, namun juga tidak mengenakan masker.

"Berbagai seruan nyanyian maupun teriakan dari peserta demonstrasi tersebut tentu mengeluarkan droplet dan aerosol yang berpotensi menularkan virus terutama COVID-19. Ditambah banyaknya kemungkinan peserta demonstrasi yang datang dari kota atau wilayah yang berbeda; jika terinfeksi, mereka dapat menyebarkan virus saat kembali ke komunitasnya," katanya dalam pernyataan yang diterima VOI, Jakarta, Jumat, 9 Oktober.

Ditambahkan Adib, bukan tugas tenaga kesehatan untuk menilai mengapa orang-orang tersebut terlibat dalam demonstrasi. Dalam hal ini, kami menjelaskan kekhawatirannya dari sisi medis dan berdasarkan sains - hal yang membuat sebuah peristiwa terutama demonstrasi berisiko lebih tinggi daripada aktivitas yang lain.

"Kekhawatiran kami sebagai tenaga kesehatan, akan terjadi lonjakan masif yang akan terlihat dalam waktu 1-2 minggu mendatang. Dalam kondisi saat ini saja, para tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan sudah kelimpungan menangani jumlah pasien COVID yang terus bertambah," kata dia.

 

Demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja di Jakarta Kamis, 8 Oktober (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Tidak ada vaksin yang lebih baik daripada protokol kesehatan

Sementara itu, Ketua Tim Pedoman & Protokol dari Tim Mitigasi PB IDI Eka Ginanjar mengatkan, sampai vaksin COVID-19 belum selesai diujicoba dan terbukti efektif dan aman digunakan, maka tidak ada vaksin yang lebih baik daripada protokol kesehatan yakni melakukan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta Menjaga jarak).

"Walaupun sulit dan banyak masyarakat belum terbiasa, namun langkah 3M ini adalah cara yang paling efektif hingga saat ini dalam mencegah penularan," kata Eka.

Meski demikian, Eka mengingatkan, penggunaan masker kain (non medis), sebaiknya dicuci setelah beraktifitas dan diganti dengan masker baru yang bersih dalam aktifitas berikutnya. Sedangkan apabila menggunakan masker medis seperti masker bedah, N95 dan KN95, maka sebaiknya masker dibuang di tempat sampah dalam keadaan tidak utuh untuk memcegah didaur ulang. Bila penggunaan untuk medis maka digolongkan dalam sampah medis yang harus dikelola khusus.

Eka menyadari ketidaknyamanan masyarakat dalam menggunakan masker dalam beraktifitas. Namun ia menegaskan bahwa disiplin menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun ini adalah bukan hanya menjaga keselamatan diri sendiri, namun juga keluarga dan orang disekitar. Terutama saat ini yang paling diwaspadai adalah Orang Tanpa Gejala (OTG) yang bisa saja merasa sehat dan terus beraktifitas dengan mengabaikan protokol kesehatan.

"Sebagian besar pasien COVID yang ditangani para dokter merasa menyesal tidak mematuhi protokol kesehatan setelah terkena COVID, dan mereka merasakan betul bahwa COVID itu nyata dan menyiksa tubuh. Oleh karena itu, cegahlah diri Anda dari penularan dan cegahlah diri Anda juga untuk menjadi sumber penularan," tutur Eka.