Bagikan:

YOGYAKARTA - Pemerintah Kota Yogyakarta memastikan akan memberikan sanksi tegas terhadap berbagai pelanggaran atas pelayanan yang merugikan wisatawan, termasuk becak “nuthuk” atau memungut tarif di luar batas kewajaran.

“Melalui Tim Terpadu, gabungan dari berbagai instansi di pemerintah daerah, akan memberikan respon cepat atas keluhan wisatawan. Kami akan bertindak cepat,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi di Yogyakarta, Senin 18 April.

Tim Terpadu akan menindaklanjuti keluhan dari wisatawan sesuai dengan standar operasional yang sudah ditetapkan yaitu diawali dengan klarifikasi.

Jika laporan atau keluhan dinyatakan benar maka oknum yang melakukan pelanggaran akan langsung dijatuhi sanksi. “Pelanggar tidak diperbolehkan beroperasi di kawasan Malioboro bahkan di kawasan lainnya. Sanksi bisa bersifat sementara waktu atau untuk selamanya,” katanya.

Heroe juga menyebut sudah meminta seluruh pimpinan komunitas atau paguyuban pelaku usaha jasa untuk mengatur anggotanya. Jika banyak anggotanya yang melanggar, maka komunitas atau paguyuban juga bisa terancam sanksi.

“Mulai dari teguran atau sanksi lebih keras lagi,” katanya dikutip Antara.

Menurut dia, pemberian sanksi tegas diperlukan untuk memberikan efek jera karena ulah dari oknum tidak bertanggung jawab tersebut berpotensi merusak citra pariwisata di Yogyakarta.

Hanya saja, lanjut Heroe, agar Tim Terpadu atau Tim Respon Cepat bisa menindaklanjuti setiap keluhan yang masuk maka dibutuhkan laporan yang jelas dan lengkap.

“Terkadang, laporan yang masuk tidak didukung identitas atau bukti yang jelas sehingga untuk penelusuran kasus menjadi sulit. Terkadang, laporan juga disampaikan beberapa hari usai kejadian,” katanya.

Wisatawan dapat memanfaatkan aplikasi Jogja Smart Service (JSS) untuk menyampaikan laporan atau keluhan layanan pariwisata atau bisa langsung ke Jogoboro, petugas keamanan, di sepanjang Malioboro.

Berdasarkan laporan yang masuk, lanjut Heroe, keluhan untuk becak yang memungut tarif tidak wajar kerap ditujukan untuk becak motor, sedangkan untuk becak kayuh lebih jarang.

“Selain kepada pengayuh becak, pembinaan juga dilakukan ke toko oleh-oleh agar memperbaiki cara menjual mereka. Jadi wisatawan jangan dipaksa datang dengan bantuan pengayuh becak. Justru nanti akan menjadi bumerang buruk ke toko,” katanya.

Meskipun sudah beberapa kali kasus becak “nuthuk” tarif, namun Heroe meyakini masih banyak pengayuh becak atau andong dan toko oleh-oleh yang memberikan pelayanan baik ke wisatawan.

“Kasus yang muncul itu berasal dari oknum tidak bertanggung jawab saja. Segelintir saja,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta Agus Arif mengatakan, pembinaan terhadap pengayuh becak maupun andong sudah kerap dilakukan.

“Tetapi tidak bisa langsung dibandingkan mengapa sudah ada pembinaan tetapi tetap ada pelanggaran. Pelanggaran itu hanya ulah oknum saja,” katanya.

Menurut dia, wisatawan yang akan menggunakan becak atau andong perlu membuat kesepakatan tarif kepada pengayuh atau kusir sebelum naik karena kedua jenis kendaraan tersebut tidak memiliki rute trayek khusus.

“Tentunya ada tawar menawar yang nantinya disepakati dua belah pihak. Tetapi jika wisatawan merasa dirugikan karena ada pelanggaran kesepakatan awal seperti pengayuh becak yang tiba-tiba meminta ongkos lebih, maka harus dilaporkan. Bisa masuk pidana,” katanya.