Bagikan:

JAKARTA - Penyelenggara pemilu seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah membentuk kelompok kerja pengawasan penerapan protokol kesehatan dalam Pilkada 2020.

Pokja yang juga melibatkan TNI, Polri, dan Kejaksaan ini sebenarnya digagas sebelum masa kampanye pada 26 September. Namun, hingga saat ini, anggota tim pokja di 270 daerah yang menggelar Pilkada 2020 masih sebanyak 50 persen.

Padahal masa kampanye telah berjalan. Selain itu juga diketahui masih ada pelanggaran protokol kesehatan seperti pengumpulan massa melebihi ketentuan oleh pasangan calon maupun tim kampanye.

"Hingga kini, pokja telah terbentuk lebih dari 50 persen daerah yang akan melaksanakan pilkada. Sisanya masih dalam proses pembentukan dan akan dilakukan percepatan," kata Ketua Bawaslu Abhan dalam keterangannya, Selasa, 6 Oktober.

Abhan menjelaskan, pembentukan pokja Pilkada 2020 penting untuk memudahkan fungsi koordinasi pencegahan dan penangan pelanggaran protokol pencengahan penyebaran COVID-19.

“Pentingnya mengefektifkan kinerja bersama tim apalagi dalam hal penanganan pelanggaran protokol kesehatan pencegahan penyebaran COVID-19," tutur Abhan.

Menurut Abhan, pokja ini bekerja dengan mengedepankan proses pencegahan seperti sosialisasi dengan memfokuskan kepada peserta pemilihan dan daerah yang rawan.

Ketika ada pelanggaran, pokja akan bertindak memberi sanksi administrasi berupa penghentian atau pembubaran kegiatan kampanye atau pemberian sanksi tidak diikutkan kampanye selama tiga hari.

"Jika di lapangan ditemukan pelanggaran terhadap protokol kesehatan, maka rekomendasinya disampaikan melalui kelompok kerja," terang Abhan.

Dalam catatan Bawaslu, ada 43 pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan pasangan calon atau tim kampanye dengan mengumpulkan massa lebih dari 50 orang dalam satu ruangan selama masa kampanye.