Hormati Pasangan Sesama Jenis, Maskapai Jepang Ini Hilangkan Ucapan '<i>Ladies and Gentlemen</i>' di Dalam Pesawat
Ilustrasi. (Foto: Japan Airlines)

Bagikan:

JAKARTA - Maskapai penerbangan asal Jepang, Japan Airlines (JAL) tidak akan memakai lagi kata ladies and gentlemen (bapak dan ibu) di dalam pesawat. JAL akan mengubahnya dengan kata-kata yang lebih netral.

Hal tersebut sudah dilakukan JAL sejak 1 Oktober lalu. Juru bicara Japan Airlines, Mark Morimoto mengatakan, pihaknya akan menggunakan kata yang lebih umum seperti "selamat pagi" atau "selamat malam" sebagai pengganti "ladies and gentlemen".

"Kami bercita-cita menjadi perusahaan yang selalu menciptakan suasana positif dan memperlakukan semua orang, termasuk pelanggan kami, dengan hormat," ujar juru bicara Japan Airlines, Mark Morimoto dikutip dari Japan Times, Sabtu 3 Oktober.

"Kami berkomitmen untuk tidak mendiskriminasi berdasarkan jenis kelamin, usia, kebangsaan, ras, etnis, agama, disabilitas, orientasi seksual, identitas gender, atau atribut pribadi lainnya," imbuhnya.

Beberapa maskapai penerbangan di seluruh dunia pun telah melakukan perubahan serupa dalam hal pengakuan kepada kaum lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT). Air Canada, dan maskapai penerbangan bertarif rendah Eropa, EasyJet juga menghilangkan kata "ladies and gentlemen".

Japan Airlines sendiri sudah mulai mengampanyekan dukungan untuk LGBT pada bulan Maret lalu. Mereka mengizinkan pramugari wanita memakai celana panjang dan melepaskan sepatu hak tinggi di tempat kerja, setelah ada desakan dari para feminis.

Jepang, sebenarnya adalah negara yang konservatif, di mana anggota parlemen menolak mengakui pernikahan sesama jenis bahkan ketika dukungan publik melonjak.

Meski demikian, ada sebuah survei yang dilakukan oleh raksasa periklanan Dentsu menunjukkan bahwa hampir 80 persen orang berusia 60 tahun ke bawah sekarang mendukung pernikahan gay. Dalam survei yang sama menemukan bahwa lebih dari separuh pria gay dan lesbian di Jepang khawatir untuk keluar rumah, di tengah tekanan untuk menyesuaikan diri dengan norma sosial yang kaku.

Kekhawatiran tersebut coba diminimalisir oleh beberapa pihak. Seperti pada bulan April lalu, ada sebuah badan amal Jepang yang meluncurkan program untuk menawarkan sertifikat kemitraan digital, di mana hal tersebut memungkinkan pasangan sesama jenis untuk memanfaatkan tunjangan karyawan yang sama dengan pasangan heteroseksual, seperti dukungan bisnis dari bank hingga perusahaan asuransi.

Salah satu perusahaan non-profit pendukung LGBT juga menyatakan, sekitar sepertga dari perusahaan Jepang memiliki langkah-langkah untuk mendukung pasangan sesama jenis. Namun tetap saja diskriminasi terus berlanjut dan prduk kemitraan untuk pasangan sesama jenis itu dinilai cacat hukum.