JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi aktif meminta uang kepada para camat dan aparatur sipil negara (ASN) di Pemerintahan Kota (Pemkot) Bekasi. Permintaan ini dilakukan untuk mempercepat pembangunan tempat kemping mewah atau glamping miliknya di kawasan Cisarua, Jawa Barat.
Dugaan ini didalami dari tiga orang saksi pada Kamis, 7 April kemarin. Para saksi itu adalah Camat Medan Satria Bekasi Erliyani; ASN Pemkot Bekasi, Lintong; dan Sekretaris Dinas Tenaga Kerja Bekasi Neneng Sumiati.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan peran aktif tersangka RE agar para Camat maupun ASN di Pemkot Bekasi menyetor sejumlah uang yang diduga dipergunakan untuk mempercepat proses pembangunan glamping di Cisarua," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 8 April.
Diberitakan sebelumnya, KPK mengembangkan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan yang menjerat Pepen. Hasilnya, dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penetapan ini dilakukan setelah penyidik mengumpulkan alat bukti dari pemeriksaan saksi. Dari kegiatan inilah, KPK menduga ada serangkaian perbuatan yang dilakukan Pepen untuk membelanjakan, menyembunyikan, atau menyamarkan aset yang didapat dari hasil penerimaan suap.
Sebagai informasi, dalam kasus dugaan suap, Pepen ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M Bunyamin; Lurah Jatisari, Mulyadi; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi.
Sementara selaku pemberi suap adalah Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; pihak swasta, Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin.