Bagikan:

PALU - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mencatat sebanyak 17.274 rumah tangga nelayan yang tersebar di sejumlah daerah di Sulteng hidup miskin.

"Banyak nelayan masih hidup miskin dan terpuruk, bukan cuma di Sulteng tapi kondisi yang serupa juga terjadi di seluruh daerah di Indonesia. Ini yang sama-sama harus kita pikirkan untuk dicarikan jalan keluarnya," kata Kepala DKP Sulteng Moh. Arief Latjuba di Kota Palu, dilansir Antara, Rabu, 6 April.

Ada beberapa penyebab nelayan di Sulteng masih hidup miskin, baik karena persoalan klasik maupun persoalan terkini, antara lain sumber daya manusia yang rendah.

Kemudian, biaya operasional untuk melaut yang terus melonjak tinggi, cuaca buruk yang menghambat nelayan melaut, kemajuan teknologi di bidang kelautan utamanya untuk menangkap ikan yang belum bisa diikuti oleh para nelayan.

"Termasuk bahan bakar baik Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Bahan Bakar Gas (BBG) yang saat ini sulit didapat. Padahal BBM dan BBG merupakan bahan bakar untuk menghidupkan perahu atau kapal nelayan agar bisa berlayar," ujarnya.

Arief mengatakan agar taraf hidup nelayan miskin di Sulteng dapat meningkatkan pada level sejahtera, ada beberapa upaya yang dilakukan diantaranya melatih para nelayan agar melek teknologi sehingga dapat menyesuaikan dengan kemajuan teknologi di bidang kelautan utamanya di bidang penangkapan ikan.

Khusus untuk mengatasi kesulitan mendapat BBM dan BBG, Ia meminta Pertamina agar dapat secepatnya mengatasi persoalan tersebut sebelum terlambat, mengingat banyak nelayan di Sulteng yang hidup miskin. 

"Saat pertemuan di Jakarta beberapa waktu lalu, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) meminta agar kapal pengangkut bahan bakarnya diberi ruang untuk bisa bersandar di pelabuhan perikanan di Sulteng. Kami izinkan tapi syaratnya bantu masyarakat utamanya nelayan m untuk memperoleh bahan bakar dengan mudah dan tidak mengantre lagi,”papar dia.

Atensi Ketua KPK Firli Bahuri Buat Hidup Nelayan

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan pejabat negara agar tidak menyelewengkan program kesejahteraan para nelayan.

"Saya ingatkan kepada aparatur pemerintah termasuk pejabat yang terkait untuk jangan main-main dengan hajat hidup nelayan, khususnya pada aturan dan program kesejahteraan bagi saudara-saudara kita ini," kata Firli dalam keterangan tertulis, Rabu,6 April.

Firli pemerintah banyak membuat kebijakan dan program kesejahteraan bagi para nelayan. Namun, tidak sedikit program kesejahteraan tersebut dijadikan peluang oleh oknum-oknum penyelenggara negara untuk meraup keuntungan dengan cara tidak halal, yakni korupsi.

"Sebut saja korupsi ekspor benih lobster, pengadaan kapal nelayan, tukar guling tanah untuk tambak, dan lain sebagainya," ucap Firli.

Dia memastikan KPK dan institusi penegak hukum lainnya akan membongkar semua praktik-praktik korupsi yang menyengsarakan para nelayan Indonesia tanpa terkecuali.

"Saya pastikan akan kami kejar, tangkap, dan jerat siapa pun yang berani mengusik apalagi memakan anggaran negara untuk kesejahteraan nelayan Indonesia dengan pasal tindak pidana korupsi yang paling berat hukumannya. Jika memiliki cukup alat bukti kuat, akan kami pilih opsi miskinkan koruptor dengan pasal TPPU (tindak pidana pencucian uang)," katanya.

Firli menganggap nelayan Indonesia, khususnya nelayan tradisional yang kerap melaut di samudera lepas hingga perbatasan negara layak disebut sebagai pahlawan ekonomi devisa samudera, meski belum ada tanda jasa resmi sebagai bentuk penghargaan kepada mereka.

"Bukan hanya itu saja, para nelayan sering singgah dan menginap di pulau-pulau terluar saat berlayar mencari ikan, menjadi agen pertahanan tegaknya kedaulatan Tanah Air dan kekayaan negara dari hasil laut karena menjadi informan kegiatan kapal asing yang menerobos kedaulatan, khususnya kegiatan 'illegal fishing' di perairan NKRI," ujar dia.

Karenanya, Firli menganggap para nelayan Tanah Air adalah pahlawan pertahanan dan kedaulatan NKRI.