JAKARTA - Satu Kepala Keluarga (KK) di RT 02/04, Jalan Ceylon, Kelurahan Kebon Pala, Gambir, Jakarta Pusat, kecewa atas sikap PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 1 Jakarta yang menggusur tempat tinggalnya.
Dedi Robert, penghuni rumah yang digusur PT KAI Daop I, mengaku sudah lama tinggal di tempat itu. Katanya, rumah itu sudah dihuni oleh keluarganya sejak zaman Belanda.
"Harapan ada take and give (memberi dan menerima - red), kebijakan dari PT KAI. Dia mau kasih kerohiman tapi saya tidak terima," kata Dedi saat ditemui VOI di lokasi, Jumat 1 April.
Dedi menilai, penggusuran yang dilakukan petugas memiliki banyak kejanggalan.
"Saya mau yang real (nyata-red). Bersama RT, RW, kelurahan, duduk bareng dengan mereka (PT KAI) mencari titik temu," kata pria warga asli Jalan Ceylon itu.
Akibat penggusuran paksa yang dilakukan pihak PT KAI, Dedi dan keluarganya masih mengemas sejumlah barang miliknya yang sempat diungsikan di kolong jembatan rel kereta api.
"Pindah ke rumah yang bisa-bisa aja. (soal kerugian) Saya hadapi dah semuanya," ucap Dedi.
BACA JUGA:
Dikonfirmasi terpisah, Kahumas KAI Daop 1 Jakarta, Eva Chairunisa mengatakan, lahan tersebut merupakan aset PT KAI yang tercatat dalam aktiva tetap perusahaan, sehingga jika ada yang menggunakan harus terikat dengan kontrak sewa.
Diketahui, di kawasan tersebut terdapat lahan KAI sekitar 1000m2 yang saat ini dihuni sekitar 9 Kepala Keluarga (KK).
Menurut Eva, 9 KK telah menempati rumah perusahaan secara ilegal dan tidak bersedia untuk kontrak sewa sejak tahun 2010. Untuk itu, KAI Daop 1 melakukan penertiban dengan bantuan pengamanan lokasi bersama pihak Kepolisian, TNI dan Satpol PP.
Namun, dari 9 KK itu terdapat 8 di antaranya yang akhirnya bersedia untuk mulai menandatangani kontrak sewa dengan Daop 1 Jakarta. Sementara 1 KK yang dihuni Dedi beserta keluarganya dengan objek seluas 96 m2 tidak bersedia kontrak sewa. Kemudian ditertibkan dan dilarang untuk menempati lahan tersebut.
Eva menyebut, sebelum melakukan penertiban, jajaran Daop 1 Jakarta telah berupaya melakukan pendekatan persuasif kepada penghuni agar melakukan sewa kontrak. Namun terdapat sejumlah warga yang tidak mau mengikuti aturan untuk kontrak sewa atau bertahan secara ilegal.
"Atas kondisi tersebut maka sesuai prosedur diberikan surat peringatan 1, 2 dan 3 serta ditertibkan. Tindakan penghuni tersebut tidak dibenarkan atau dapat dikatakan sebagai penghunian tanpa hak atau tidak sah," kata Eva.
KAI mengimbau kepada masyarakat lainnya yang menempati lahan-lahan atau bangunan milik PT KAI di wilayah lain agar segera melakukan proses kontrak sesuai ketentuan yang berlaku.