JAKARTA - Koordinator Penggerak Milenial Indonesia (PMI) M Adhiya Muzakki menilai kenaikan harga BBM jenis Pertamax merupakan keputusan yang bijak untuk dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
"Kami nilai itu sebuah keputusan yang bijak. Yang tadinya mau naik 16.000, turun jadi 12.500 (rupiah)," kata Adhiya di Jakarta, Jumat 1 Maret.
PT Pertamina (Persero) menurutnya resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax menjadi Rp12.500-13.000 per liter dari sebelumnya sekitar Rp9.000-9.400 per liter. Kenaikan itu mulai berlaku 1 April 2022 pukul 00.00 waktu setempat.
Kebijakan soal naiknya Pertamax dinilai Adhiya bukan tanpa alasan. Mengingat saat harga minyak mentah dunia melonjak drastis hingga menembus 100 dolar AS per barel. Terlebih, Pertamax sendiri merupakan bahan bakar minyak yang tidak di subsidi oleh Pemerintah.
"Hari ini, minyak mentah dunia harganya melonjak drastis. Wajar jika Pertamax sebagai bahan bakar minyak non-subsidi ikut naik," ucap dia dikutip Antara.
Di sisi lain, Adhiya menilai yang paling terdampak dari kenaikan Pertamax bukan masyarakat kecil, melainkan masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke atas. Masyarakat inilah menurut dia yang akan terkena dampaknya langsung.
"Jadi, yang terdampak adalah masyarakat kelas menengah ke atas. Masyarakat bawah tidak terlalu terkena dampaknya," ujarnya.
BACA JUGA:
Adhiya berharap dengan kenaikan Pertamax yang mulai berlaku per April, bisa mengurangi pengguna kendaraan pribadi dan beralih ke moda transportasi umum. Menurutnya hal itu akan menjadi lebih baik untuk mengurai kemacetan dan mengurangi polusi udara di Indonesia.
"Jika dilihat dari sisi positifnya, kenaikan Pertamax ini akan menyadarkan masyarakat sekaligus menggiring masyarakat untuk beralih ke transportasi umum," kata dia.
Dengan demikian, kata Adhiya masyarakat Indonesia secara tidak langsung akan bergeser dari kendaraan pribadi ke transportasi publik.
"Kami sangat mengapresiasi upaya Pertamina dalam menyesuaikan harga Pertamax di Indonesia," tuturnya.