Bagikan:

SEMARANG - Kesempatan bertemu perwakilan Kementerian Perdagangan digunakan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk menyampaikan keluh kesahnya melihat susahnya mendapatkan minyak goreng.

Ganjar mengaku ikutan malu dengan kondisi yang terjadi saat ini. Bahkan secara terus terang Ganjar minta keluhan ini bisa diteruskan ke Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi hingga Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

“Mohon maaf pak, silakan disampaikan ke Pak Mendag atau Menko. Kita tidak bisa lagi seperti ini karena muka pemerintah hari ini ditampar habis-habisan,” kata Ganjar dalam keterangannya, Selasa 22 Maret di hadapan forum High Level Meeting (HLM) dengan tema “Mitigasi Risiko Tekanan Harga dan Pasokan Komoditsa Global terhadap Inflasi Jawa Tengah” di Gumaya Tower Hotel.

Dalam acara itu, perwakilan Kemendag RI, Direktur Barang Kebutuhan Pokok & Barang Penting Isy Karim, ikut hadir secara virtual.

Ganjar mengatakan, kebijakan penyesuaian harga dan subsidi minyak goreng tidak sesuai. Kelangkaan minyak goreng ini ibarat tikus mati di lumbung padi.

“Kita ini produsen sawit terbesar, produsen minyak goreng terbesar dan kita seperti tikus mati di lumbung padi. Mohon maaf kalau kalimat saya kurang berkenan, karena kita kebingungan di daerah karena semua produksi dan kebijakannya ada di pusat,” kata Ganjar.

Apabila kebijakan atau tindakan ekstrem tidak diambil, Ganjar mengatakan kondisi yang sudah terjadi sejak akhir tahun lalu akan berlangsung lebih lama.

"Mohon maaf pak rasanya saya sebagai gubernur saja ikut malu. Maaf sekali lagi ini harus saya sampaikan, karena mungkin suara saya mewakili banyak orang," katanya.

Ganjar mengusulkan Kemendag untuk mengatur perusahaan produsen minyak goreng. "Kalau kaitannya harga minyak dunia, mari untuk merah putih tidak mengambil untung banyak-banyak, ini soal moralitas dan saya yakin kementerian perdagangan bisa melakukan itu," tegasnya.

Ditemui usai rapat, Ganjar mengatakan salah satu tindakan yang bisa diambil adalah dengan mengendalikan Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 20 persen. Idenya, adalah membebankan distribusi pada perusahaan.

"Tadi ide yang paling bagus adalah siapa yang mengawasi, siapa yang mengawasi? Yang mengawasi adalah produsen sendiri, bukan dari kita, mereka yang mengawasi dan harus sampai pada rakyat,” beber Ganjar.

"Jadi mereka dibebani, mohon maaf ini para pengusaha minyak goreng ya. Dibebani usaha untuk mendistribusikan kepada konsumen sehingga harganya bisa 14 ribu, ini menurut saya penting,” imbuhnya.

Selain itu, Ganjar mengatakan, penanganan harga minyak goreng yang fluktuatif tidak bisa terus melihat dari sisi hilir. Justru penanganan dari sisi hulu adalah poin paling penting.

"Maka saya minta teman-teman dari Perhutani untuk menyiapkan lahan bekerjasama dengan distan kita agar kita bisa tanam. Ini mestinya kita mengambil tindakan, aturan yang bisa menguntungkan petani juga dan sinergi dengan mereka,” katanya.

Sebab, fluktuasi harga minyak goreng mulai mempengaruhi komoditas lain. Untuk itu, lanjut Ganjar, pemerintah juga mesti menyiapkan alternatif dan mengedukasi masyarakat.

"Termasuk daging kerbau yang ada 70 ton di Jawa Tengah punya bulog, itu kita siapkan. Kalau daging sapinya tinggi ya kita edukasi, ini ada daging kerbau beku nih, segera beli. Cuma Rp70ribu harganya lebih murah. Jadi artinya dari sisi stok aman tapi harga yang masih fluktuatif nah ini yang coba kita kendalikan dengan rapat tadi,” tandas Ganjar.