Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melaksanakan putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Namun, lembaga ini mempertanyakan perihal kewajiban pembayaran uang pengganti yang harus dilakukan Edhy. Pertanyaan ini muncul karena KPK hingga saat ini belum mendapat salinan putusan kasasi dari Mahkamah Agung.

"Sekali lagi kami belum menerima salinan putusan lengkapnya," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan yang dikutip Kamis, 17 Maret.

Ali mengaku, pihaknya selama ini memantau perihal putusan kasasi Edhy Prabowo dari sejumlah pemberitaan karena belum menerima putusan. Namun, sejauh ini, belum ada informasi yang menyebut soal kewajiban pembayaran uang pengganti.

"Ini yang belum kami dapatkan informasinya, apakah juga sama dengan dengan tuntutan dari Jaksa KPK," tegasnya.

Lebih lanjut, dirinya mengatakan penerapan hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebenarnya sebagai langkah melakukan pemulihan aset.

Apalagi, kebijakan KPK saat ini tak hanya memenjarakan pelaku korupsi tapi memberi efek jera dengan cara lainnya seperti menyita aset hingga menyita aset.

"Penting bagi kami, bahwa kebijakan KPK tidak hanya kemudian memenjarakan pelaku korupsi dan para koruptor tetapi bagaimana kemudian asset recovery menjadi penting satu diantaranya dari tuntutan uang pengganti, denda bahkan kemudian perampasan aset-asetnya," jelas Ali.

"Oleh karena itu tentu nanti kami akan lihat pada putusan dari Mahkamah Agung ini terkait dengan uang pengganti apakah dijatuhkan juga terhadap terpidana Edhy Prabowo ini," imbuh dia.

Diberitakan sebelumnya, MA mengurangi masa hukuman Edhy Prabowo dari 9 tahun menjadi 5 tahun penjara. Dalam pertimbangannya, majelis kasasi mengatakan mantan menteri ini telah bekerja baik.

Putusan tersebut diketuk oleh majelis yang terdiri dari Sofyan Sitompul, Gazalba Saleh, dan Sinintha Yuliansih Sibarani pada 7 Maret lalu.

Adapun maksud bekerja baik selama menjabat tersebut, karena Edhy mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 yang bertujuan untuk pemanfaatan benih lobster.

"Yaitu ingin memberdayakan nelayan dan juga untuk dibudidayakan karena lobster di Indonesia sangat besar. Lebih lajut dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 tersebut eskportir disyaratkan untuk memperoleh benih bening lobster (BBL) dari nelayan kecil penangkap BBL," dikutip dari pertimbangan kasasi itu.

"Sehingga jelas perbuatan terhdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat, khsususnya nelayan kecil," imbuh pertimbangan majelis kasasi tersebut.