JAKARTA - Sejumlah negara sudah mulai menunjukkan persiapan mengubah pandemi COVID-19 menuju endemi. Lantas bagaimana dengan Indonesia?
Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, Indonesia belum memenuhi sejumlah kriteria untuk melakukan itu.
Dia menuturkan, belum terpenuhinya sejumlah kriteria endemi itu dapat terlihat dari terdapat 30 provinsi di Indonesia yang masih memiliki angka rata-rata positivity rate di atas lima persen dengan reproduction number di atas 1.
"Kalau di Indonesia kriteria endemi belum terpenuhi. Masih dalam epidemi di skala Indonesianya," katanya, sebagaimana dikutip Antara, Sabtu, 12 Maret.
Selain itu, bila melihat angka kematian akibat COVID-19, jumlahnya masih terus memperlihatkan tren kenaikan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada Jumat, 11 Maret, angka kematian kembali bertambah sebanyak 290 jiwa dan menjadikan total kasus 151.703 jiwa.
"Walaupun mungkin nanti akan ada satu, dua, atau tiga provinsi yang sudah masukan endemi, tapi secara umum Indonesia belum. Kita masih dalam posisi epidemi atau pandemi kalau secara global," ujar Dicky.
BACA JUGA:
Bila negara sudah bertekad untuk memasuki fase endemi, ia menekankan terdapat sejumlah hal yang perlu dipersiapkan pemerintah. Beberapa di antaranya cakupan vaksinasi yang tinggi serta pelacakan kasus dan surveilans yang benar-benar diperkuat.
Pada protokol kesehatan, jaga jarak harus benar-benar dijaga. Kualitas dan sirkulasi ventilasi udara di setiap ruangan, baik rumah penduduk maupun ruang publik, juga harus dipastikan berjalan lancar dan aman.
Hal penting yang juga perlu diperhatikan masalah pembiayaan pelayanan kesehatan. Jika negara sudah memasuki endemi, artinya tes COVID-19 ataupun sejumlah obat yang semula diberikan secara gratis oleh pemerintah akan menjadi berbayar.
Menurut dia, karena pemerintah yang paling memahami kondisi pandemi di dalam negara, mereka harus bisa memutuskan apakah pembiayaan nantinya menggunakan sistem pembayaran dari BPJS atau ada kebijakan dari pemerintah daerah dan sebagainya.
"Kalau statusnya berubah tidak kedaruratan lagi, berarti aspek dukungan dan peran pemerintah dalam mendukung itu tidak sebanyak sebelumnya. Yang gratis jadi banyak yang hilang, testing atau obat itu semua jadi yang akan harus disiapkan dalam masa transisi," kata dia.