JAKARTA - Aktivis Nahdlatul Ulama (NU) Mohamad Guntur Romli atau Gun Romli mendukung penuh tindakan tegas Densus 88 Mabes Polri yang menembak mati dr Sunardi yang terlibat dalam jaringan terorisme.
Kritik Gun Romli sekaligus menjawab anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon yang bereaksi keras soal kematian yang bersangkutan. Lewat cuitan di Twitter, Fadli Zon menyebutkan aksi tembak mati Sunardi adalah 'Kebiadaban yang tidak Adil tanpa Kemanusiaan.'
"Seharusnya “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, tp praktiknya “Kebiadaban yang tidak Adil tanpa Kemanusiaan”. Smg Alm dr Sunardi mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. Amin yra," kicau Fadli Zon sambil me-reply uapan belasungkawa terhadap kematian Sunardi.
"Sudah tepat dr Sunardi ditembak mati oleh Densus 88 karena melawan petugas yg mau menangkapnya," tegas Gun Romlli di laman Twitter pribadinya, @GunRomli dikutip Jumat, 11 Maret.
Langkah Densus 88 tepat ketimbang jatuh korban lain, baik sipil atau petugas. Sunardi, ucap Gun Romli, diyakini terlibat terorisme.
"Daripada menjatuhkan korban sipil & petugas, lebih baik dia yg ditindak tegas. Ini kaitan dr Sunardi dgn jaringan terorisme di Indonesia & oknum2 dokter yg terlibat terorisme," tegas dia.
Polri sebelumnya buka suara terhadap aksi tembak mati Sunardi oleh Densus 88. Dia bukan lagi menyandang status terduga melainkan tersangka.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan,
pria asal Sukoharjo merupakan anggota organisasi jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI) hingga penasehat amir atau ketua kelompok.
"Beberapa keterlibatan antara lain selaku anggota organisasi teroris JI, kedua pernah menjabat sebagai Amir Khidmat, ketiga deputi dakwah dan informasi, sebagai penasihat amir organisasi teroris JI, penanggung jawab Hilal Ahmar Society," ungkap Ramadhan kepada wartawan, Jumat, 11 Maret.
Selain status, Ramadhan pun menyinggung soal alasan di balik tindakan tegas terukur yang dilakukan anggota Densus 88. SU dianggap melakukan perlawanan hingga membahayakan nyawa masyarakat.
Bentuk perlawanan dengan mencoba menabrak anggota Densus 88 dengan mobil yang dikendarainya. Bahkan, berkendara secara tak beraturan dengan tujuan menjatuhkan anggota yang berada di bagian belakang mobil.
"Tersangka tetap menjalankan mobilnya dan melaju dengan kencang serta menggoyang setir ke kiri kanan atau zigzag yang tujuannya untuk menjatuhkan petugas," kata Ramadhan.
Selain itu, SU juga menabrak kendaraan yang melintas di sekitar lokasi. Dengan alasan itulah, petugas memutuskan memberikan tembakan tegas terukur.
Keputusan anggota Densus 88 memberikan tindakan tegas terukur, lanjut Ramadhan, telah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Terlebih, dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI dan Peraturan Kapolri (Perkap) nomor 1 tahun 2009 pun tindakan anggota Densus sudah dianggap benar. Di mana, tindakan tegas terukur bisa dilakukan jika tersangka membahayakan masyarakat dan petugas.
"Melakukan tindakan tegas terukur dengan alasan tindakan tersebut dilakukan karena tindakan tersangka sudah membahayakan atau mengancam keselamatan jiwa masyarakat dan petugas Polri," katanya.
"Tindakan ini juga sudah sesuai Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas Polri," sambung Ramadhan.
BACA JUGA:
Ada pun, SU tewas usai ditembak Densus 88 Antiteror dalam rangkaian proses penangkapan di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, 9 Maret.
Dalam penindakan itu, SU yang disebut berprofesi sebagai dokter mengalami luka tembak di bagian punggung atas dan bagian pinggul kanan.