Fadli Zon Sebut Densus 88 Antiteror Kembangkan Narasi Islamofobia, Kompolnas: Tidak Berdasar
Fadli Zon (Instagram: Fadlizon)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengatakan, pernyataan politikus Partai Gerindra Fadli Zon soal Densus 88 Antiteror sibuk mengembangkan narasi Islamofobia di Tanah Air sangatlah tidak berdasar. Sebab, kinerja Densus 88 Antiteror sangat efektif.

"Bagi kami, statement tersebut sangat tidak berdasar. Tidak didukung data, tidak didukung penelitian, dan ahistoris," ujar Komisoner Kompolnas Poengky Indarti dalam keterangannya, Kamis, 7 Oktober.

Terlebih, kata Poengki, Fadli Zon bukanlah bagian dari pengawas kinerja aparat kepolisian. Di mana, yang menjadi pengawas yakni, komisi III DPR-RI.

"Apalagi bapak Fadli Zon tidak masuk dalam komisi yang menjadi mitra atau pengawas Polri," kata dia.

Di sisi lain, Kompolnas sangat menyayangkan adanya pernyataan soal Densus 88 lebih baik dibubarkan. Kata Poengki, narasi pembubaran itu memang kerap terdengar tapi dari para teroris.

"Selama ini narasi-narasi yang menyatakan Densus 88 harus dibubarkan adalah narasi-narasi dari kelompok teroris dan kelompok radikal, sehingga menyesatkan dan sangat berbahaya jika seorang anggota dewan mendukung narasi tersebut," tandas Poengki.

Sebelumnya, Fadli Zon sempat menyatakan rasa heran dengan kiprah Densus 88 yang sibuk mengembangkan narasi Islamofobia. Padahal, prioritas penanganan teroris yang jelas-jelas menentang kedaulatan NKRI tak pernah tuntas diatasi.

"Teroris separatis yg jelas2 menantang RI harusnya yg jd prioritas tp tak bisa ditangani. Jgn selalu mengembangkan narasi Islamofobia yg bisa memecahbelah bangsa," tegas Fadli lewat cuitan di akun Twitter-nya, @fadlizon dikutip pada Rabu, 6 oktober.

Tugas-tugas mengatasi terorisme, saran Fadli, sebaiknya diserahkan kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sebab sudah terlalu banyak lembaga yang terlibat dalam kasus-kasu ini.

"Menurut sy sdh terlalu byk lembaga yg tangani terorisme. Harusnya @BNPTRI saja," jelas anggota Komisi I DPR RI ini.