Bagikan:

TANGERANG - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Jumat, 11 Maret, siang, mengecek perumahan Jasmine Residence, Pondok Aren, yang menjadi objek kasus dugaan penipuan.

Pantauan VOI di lokasi, Ketua Majelis Hakim PN Tangerang Agus Iskandar mengecek dan melakukan sidang di tempat. Selain itu, terlihat juga kuasa hukum dari korban penipuan, Tody Indra Sutami Nasution.

Agus menuturkan, tujuannya melakukan pengecekan yakni memeriksa wujud fisik, luas, batas-batas klaster, dan lainnya.

“Ya lokasinya bener enggak, ada sengketa bener atau enggak, ya kan, ini kan ada berapa rumah, luas-luasnya, batas-batas (klasternya), seperti itu yang sudah kita lakukan tadi,” katanya.

Setelah memeriksa sejumlah hal tersebut, Agus melakukan sidang di tempat secara singkat. Selanjutnya, agenda sidang penerimaan kesimpulan pada tanggal 23 Maret 2022.

“Selanjutnya kesimpulan,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Sebanyak 23 orang menjadi korban penipuan pengembang (developer) perumahan di Pondok Kacang Barat, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan (Tangsel).

Menurut informasi yang dilaporkan, sertifikat tanah seluas 1.450 meter persegi milik korban, diduga digadaikan secara diam-diam oleh terduga Samantri.

MS (42), salah satu korban, menceritakan bagaimana dirinya bersama puluhan orang lainnya membeli rumah di perumahan Yasmin Bintaro, Pondok Aren, Tangerang Selatan dengan harga variasi mulai dari Rp600 juta hingga Rp650 juta, pada tahun 2018. Kata MS, sejak 2018 hingga kini bangunan rumah belum juga rampung.

“Itu awalnya kan kita ada sekitar 23 orang, itu beli rumah di perumahan Yasmin Bintaro, harganya variasi sekitar Rp600-650 juta. Itu sudah dari tahun 2018. Nah itu harusnya setahun itu jadi,” kata MS saat ditemui di Perumahan Yasmin Bintaro, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Rabu, 23 Februari.

“Terus lama-lama tambah enggak jelas, bangunannya ada yang baru jadi 90 persen, banyak juga yang masih 50 persen. Jadi memang belum semua jadi, sedangkan uang sudah masuk semua,” sambungnya.

MS menilai pengembang tak mampu membayarkan kompensasi atau pun melanjutkan pembangunannya.

“Developer semakin enggak bisa memenuhi janjinya. Kan kalau pembangunan terlambat, dia harus bayar kompensasi, denda, itu dia semakin tidak bisa memenuhi denda itu,” tuturnya.