KPK Bilang Pemberantasan Korupsi Paling Efektif Bukan OTT tapi Lewat Pencegahan, Setuju?
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata/FOTO VIA ANTARA

Bagikan:

SAMARINDA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menegaskan pemberantasan korupsi yang paling efektif adalah melalui upaya pencegahan.

"Orang bilang kalau kena OTT apes (sial) karena itu nggak membuat yang lain kapok, tapi bagaimana mereka mencari cara lain agar bisa terhindar dari OTT," katanya, di Samarinda dilansir Antara, Rabu, 9 Maret.

Alex menyebutkan hal tersebut menjadi keprihatinan KPK dan menganggapnya sebagai tragedi.

"Kami tidak pernah menyatakan bangga ketika menangkap kepala daerah. Ini sebenarnya tragedi, baik dalam proses demokrasi, dalam pemberantasan korupsi, dan tragedi buat daerah yang kepala daerahnya terkena OTT," terangnya.

Alex mengatakan KPK dengan undang-undang (UU) baru telah mengubah orientasi dari yang sebelumnya penindakan menjadi pencegahan.

"Dalam UU yang baru Pasal 6 huruf a tugas pokok dan fungsi KPK adalah melakukan pencegahan agar tidak terjadi korupsi, kemudian melakukan koordinasi, monitoring, supervisi, penyelidikan, penuntutan, dan terakhir eksekusi putusan pengadilan," paparnya.

Hal tersebut, katanya, sesuai keinginan pemerintah dalam hal ini DPR RI maupun Presiden agar KPK lebih mendorong upaya pencegahan korupsi.

"Tapi sayangnya, masyarakat melihat kalau nggak ada OTT, KPK nggak kerja. Kalau nggak ada penindakan KPK seolah-olah ompong, lemah," ujarnya.

Tak hanya itu, papar Alex, dalam UU KPK yang baru disebutkan bahwa terdapat Dewan Pengawas (Dewas) KPK agar komisioner dan para pegawai KPK tidak serampangan dalam menjalankan tupoksinya.

"Sebelumnya, saya merasakan sendiri apa yang dilakukan KPK nggak ada yang berani protes, semua dianggap benar. Sekarang ada Dewas KPK dan banyak laporan masyarakat yang kemudian Dewas KPK mengklarifikasi ke pimpinan," ungkapnya.

Keberadaan Dewas KPK dianggap sangat baik dan diperlukan untuk menjadikan komisioner, pegawai, dan KPK bekerja lebih profesional, katanya.

Dia menambahkan saat Orde Baru memang terjadi korupsi, hanya saja lebih tersentralisasi di mana meskipun secara formalitas kepala daerah dipilih oleh DPR/MPR tetapi prinsipnya tetap ditunjuk pusat.

Begitu masa reformasi, katanya, ada harapan kesejahteraan masyarakat lebih menjadi perhatian para pimpinan hasil pilkada yang dilaksanakan secara demokratis yang dipilih langsung oleh masyarakat.

"Karena kepala daerah diharapkan masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup mereka," jelasnya.

Dia mengaku khawatir dengan pilkada yang akan datang dan berharap kepala daerah yang nantinya terpilih merupakan orang yang betul-betul berintegritas dan mampu menjaga amanah.

"Kita berharap memiliki pimpinan yang mengacu atau paling tidak mendekati Bung Hatta," harapnya.