JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menjelaskan maksud Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberi peringatan soal TNI-Polri beserta keluarganya tak bisa sembarangan mengundang penceramah.
Ngabalin bilang, pernyataan Jokowi ini merupakan pesan penting. Sebab, menurutnya, saat ini banyak paham-paham radikal yang berbahaya. Ngabalin menyebut istilah tingkat bahaya paham radikal saat ini sudah mencapai stadium 4.
"Kalau diibaratkan penyakit kanker, maka penetrasi paham-paham radikal ini diibaratkan sudah masuk pada stadium keempat. Sangat kritis. Anda bisa bayangkan kalau dia berceramah di atas mimbar dan dia membandingkan antara pilih al-qur'an atau Pancasila, itu paham radikal," kata Ngabalin dalam diskusi virtual Crosscheck, Minggu, 6 Maret.
Ngabalin memandang paham radikal, jika penyebarannya berkembang di masyarakat, maka akan bisa mengacaukan situasi politik hingga sosial masyarakat itu sendiri.
"Paham radikal itu dipakai oleh para ekstrimisme dan para teroris. Jadi, mimbar-mimbar dengan term (ketentuan) agama dipakai untuk mengacaukan situasi politik dan situasi sosial kehidupan masyarakat," ucap Ngabalin.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengingatkan jajaran TNI-Polri untuk menjaga kedisiplinan. Tak hanya itu, kedisiplinan ini juga harus diterapkan pada keluarga aparat.
Hal ini Jokowi katakan saat menghadiri Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri di Plaza Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. Salah satu hal yang Jokowi minta adalah istri TNI-Polri tak bisa sembarangan mengundang penceramah, apalagi penceramah yang dianggap radikal.
"Menurut saya, engga bisa ibu-ibu itu memanggil, ngumpulin ibu-ibu yang lain, memanggil penceramah semaunya atas nama demokrasi. Sekali lagi, di tentara, di polisi tidak bisa begitu. Harus dikoordinir oleh kesatuan, hal-hal kecil tadi, makro dan mikronya. Tahu-tahu mengundang penceramah radikal, nah hati-hati," ungkap Jokowi, beberapa waktu lalu.
Sementara, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menguraikan ada lima indikator yang bisa mengetahui penceramah tersebut mengajarkan paham radikal.
Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional. Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.
BACA JUGA:
Ketiga, menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian (hate speech), dan sebaran hoaks.
Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas). Kelima, biasanya memiliki pandangan antibudaya ataupun antikearifaan lokal keagamaan.