JAKARTA - Salah satu gejala COVID-19 dengan nama happy hypoxia mulai diperbincangkan publik. Dokter spesialis paru, Erlina Burhan menyebut gejala ini telah dirasakan sejumlah pasien virus corona.
Erlina menjelaskan, happy hypoxia adalah kondisi kurangnya oksigen dalam darah pada pasien COVID-19. Jika kekurangan oksigen biasanya menimbulkan rasa sesak, pegidap happy hypoxia tak merasakan hal itu.
"Kalau kita kekurangan oksigen, biasanya akan ada sinyal ke otak. Otak akan memberikan perintah pada tubuh untuk mengambil oksigen sebanyak-banyaknya, dengan bernafas cepat, sehingga akan terlihat sesak. Tapi pada beberapa pasien COVID-19, ini tidak terjadi karena ada kerusakan pengiriman sinyal ke otak," jelas Erlina dalam diskusi di Graha BNPB, Rabu, 16 September.
Erlina menyatakan, dalam keadaan normal, kadar oksigen dalam darah mencapai 95 sampai 100 persen. Sementara, pada penderita happy hypoxia, kadar oksigennya hanya sebesar 60 sanmpai 70 persen. Namun, tak ada gejala sesak yang ditimbulkan.
Untuk mengenali gejala happy hypoxia, ada sejumlah tanda-tanda yang diperlihatkan. Pertama, ada batuk yang terus menetap. Kedua, tubuh semakin hari semakin lemah.
BACA JUGA:
Ketiga, warna bibir dan ujung jari tampak berubah menjadi kebiruan. Gejala yang ketiga ini menunjukkan bahwa kondisi happy hypoxia makin parah.
"Kalau mulai kebiruan, itu artinya saturasi oksigen udah udah makin turun. Eggak ada jalan lain, segera larikan ke rumah sakit. Itu menunjukkan tanda kekurangan oksigen dalam darah sangat parah," tutur Erlina.
Erlina melanjutkan, happy hypoxia tak menular kepada orang lain. Sebab, happy hypoxia hanya salah satu gejala yang menempel penyakit COVID-19 dan bukan penyakit sendiri.
Oleh karenanya, untuk menghindari gejala happy hypoxia, caranya sama dengan menghindari penularan COVID-19. "Untuk menghindari gejala ini, berarti kita harus menerapkan 3M, yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan," jelas dia.