Belajar Ikhlas dari Korban Banjir
Situasi banjir di Ciledug, Tangerang (Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - "Selalu ada yang pertama untuk setiap cerita.” Ternyata ungkapan bijak ini tak hanya berlaku kala seseorang mendapat pengalaman yang seru dan mengasyikkan semata. Betapa tidak. Dalam hal pengalaman sedih nan memilukan pun, ungkapan yang sama turut didengungkan.

Itulah kiranya yang melatarbelakangi kisah seorang pemuda bernama Darius (28) yang baru kali pertama --dalam 28 tahun hidupnya-- merasakan akibat dari parahnya banjir Jabodektabek yang menerjang rumahnya di Kompleks Wisma Tanjur, Cileduk, Tangerang, Banten. Banjir yang sialnya bertepatan dengan hari pertama di tahun 2020.

Tahun baru sering kali adalah ajang untuk sejenak berpikir dan mempersiapkan diri untuk kehidupan di tahun berikutnya. Bagi sebagian lainnya, malam tahun baru juga dimanfaatkan untuk sejenak menikmati euforia serta sejenak menikmati hari-hari berbalut pengalaman baru.

Tapi, tidak bagi Darius. Saat VOI menemuinya, ia bercerita tentang malam pergantian tahun baru. Kala itu dirinya malah mendapatkan tugas menuju Surabaya yang berjarak 728 km dari Ibu Kota. Hal itu membuat Darius harus menikmati perayaan tahun baru jauh dari ibu yang berada di Ciledug.

Berkabar dengan sang ibunda, Darius mendapati bahwa perbedaan cuaca antara Ciledug dan Surabaya sungguh jauh. Surabaya kala itu begitu cerah. Sedang di Ciledug, hujan sedang deras-derasnya. Namun, mereka baru benar-benar berkomunikasi panjang lebar tepat pada pagi hari di pembuka tahun, Rabu, 1 Januari.

Diawali dari ibunya yang mulanya menghubungi kembali via ponsel dan mengucapkan selamat tahun baru. Darius yang merasa keanehan karena nada suara ibunya seakan menyimpan kesedihan kemudian bertanya, “ada apa, bu?”

Dari Percakapan itulah ibunya mengabarkan, hujan deras sepanjang malam membuat debit air Kali Angke naik sehingga tanggul di sekitar tak mampu menahan laju air. Banjir pun menerjang rumahnya. Mau tak mau ibunya pun turut mengungsi. Fakta tersebut membuat Darius sedikit tenang. Tapi, sebelum melanjutkan obrolan ibunya kemudian minta maaf, karena sebuah motor sudah menemaninya selama lima tahun tak sempat diselamatkan.

Sebuah rumah di Ciledug terendam air (Istimewa)

Darius memendam sedikit kecewa di akhir obrolan telepon. Kecewanya bertambah saat ia kesusahan memilih penerbangan balik pada hari itu. Siang itu, banjir mencapai ketinggian sekitar 2,5 meter, sehingga ia harus menunggu air turun satu malam lagi.

Baru keesokan harinya, Kamis, 2 Januari, Darius berhasil menerobos banjir di sekitar rumahnya. Sebelum sampai ke rumah, Darius menyempatkan melihat sekitar. Ia mendapati banyak sekali mobil, motor dan rumah tak bertingkat terendam. Bahkan, ada pula motor milik warga yang baru dibeli satu bulan ikut terendam.

Seketika itu juga Darius mengakui, ia merasa malu dengan keluhan dan kekecewaannya. “Ternyata masih banyak yang lebih parah dari saya ... Tuhan itu maha adil."